Halaman

Thursday, May 2, 2019

Balada si Umar

Pagi buta Umar sudah bangun dari tidurnya, hari-hari yang lain terkadang lebih dahulu dari ayam dikandang. Semalam tidur tak nyenyak, maklum ini hari adalah awal bulan, pembagian honor masih jauh dari pelupuk mata. Dua minggu yang lalu ia terima, tapi tinggal ¼ nya saja, uang rutin ia terima hanya cukup untuk bertahan tak sampai penguhujung bulan. Istri satu anak satu tanggungannya.

Kalau tetangganya sibuk minum kopi dan baca berita, pagi-pagi Umar sibuk kesana kemari, kasih makan ayam dikandang kemudian pergi ke kolam ikan, terkadang ia harus berebut jatah nasi dengan mereka. Lebih baik makan sedikit tapi punya simpanan, buat dijual kalau kepepet.

Sang istri di rumah sibuk dengan urusan rumah tangga, mengurus anak, mengurus rumah dan tentunya menyiapkan sarapan. Biasannya sebelum matahari terbit, rumah sudah selesai dibersihkan, nyapu dan pel lantai tak sampai seperempat jam, yang dibersihkan hanya dua kamar, ruang keluarga merangkap ruang tamu dan merangkap pula ruang makan. Dan soal makanan, bukannya tak tahu empat sehat lima sempurna, yang penting bisa bertahan hingga nanti sore sudah cukup.

Selesai dengan urusannya, Umar bergegas, jarum jam tegak lurus sempurna. Diambillah dari lemari plastik baju kebanggannya. Ini hari senin, seragam coklat dipakai, lusuh, sudah 3 tahun tak ada penggantinya. Daripada dimarahi atasan lusuhpun tak jadi soal. Apalagi sepatu, pentopel hitam yang tak lagi hitam, disapu debu, karetnya tipis habis dijilat aspal.

Ia hanya seorang honorer, sukwan atau apalah orang kadang berbeda menyebutnya yang jelas bukan ambtenaar atau pangreh praja dalam bahasa lalu. Walau begitu, bebannya tak beda dengan mereka yang sudah bergaji. Bahkan seringkali Umar jadi tumpuan. Jika ada kegiatan sekolah, ada Umar, persiapan berkas tunjangan, ada Umar, buat administrasi ulangan dan ujian, lagi-lagi Umar. Pokoknya pekerjaan diluar mengajar Umar jagonya.

Belum lagi ia harus menghadapi anak didiknya dikelas. Mulai menyiapkan materi, menyampaikan materi, sampai melerai jika anak didiknya berkelahi. Kalau lagi apes niat mendidik akhlak murid, malah jadi urusan dengan orang tuanya, bawa polisi pula. Alamaaak tragis sekali nasibmu Umar.

Demikianlah kehidupan Umar, selalu berputar dan berulang ulang setiap tahunnya. Diluar sana saya rasa banyak Umar umar yang lain.

===================

Selamat Hari Pendidikan Nasional

Jika Pendidikan mengajarkan keadilan, maka hadirkanlah keadilan buat si Umar             

No comments:

Post a Comment