Pagi buta Umar sudah bangun dari tidurnya, hari-hari yang
lain terkadang lebih dahulu dari ayam dikandang. Semalam tidur tak nyenyak,
maklum ini hari adalah awal bulan, pembagian honor masih jauh dari pelupuk
mata. Dua minggu yang lalu ia terima, tapi tinggal ¼ nya saja, uang rutin ia
terima hanya cukup untuk bertahan tak sampai penguhujung bulan. Istri satu anak
satu tanggungannya.
Kalau tetangganya sibuk minum kopi dan baca berita,
pagi-pagi Umar sibuk kesana kemari, kasih makan ayam dikandang kemudian pergi
ke kolam ikan, terkadang ia harus berebut jatah nasi dengan mereka. Lebih baik
makan sedikit tapi punya simpanan, buat dijual kalau kepepet.
Sang istri di rumah sibuk dengan urusan rumah tangga,
mengurus anak, mengurus rumah dan tentunya menyiapkan sarapan. Biasannya
sebelum matahari terbit, rumah sudah selesai dibersihkan, nyapu dan pel lantai
tak sampai seperempat jam, yang dibersihkan hanya dua kamar, ruang keluarga
merangkap ruang tamu dan merangkap pula ruang makan. Dan soal makanan, bukannya
tak tahu empat sehat lima sempurna, yang penting bisa bertahan hingga nanti
sore sudah cukup.
Selesai dengan urusannya, Umar bergegas, jarum jam tegak
lurus sempurna. Diambillah dari lemari plastik baju kebanggannya. Ini hari
senin, seragam coklat dipakai, lusuh, sudah 3 tahun tak ada penggantinya. Daripada
dimarahi atasan lusuhpun tak jadi soal. Apalagi sepatu, pentopel hitam yang tak
lagi hitam, disapu debu, karetnya tipis habis dijilat aspal.
Ia hanya seorang honorer, sukwan atau apalah orang kadang
berbeda menyebutnya yang jelas bukan ambtenaar atau pangreh praja dalam bahasa
lalu. Walau begitu, bebannya tak beda dengan mereka yang sudah bergaji. Bahkan
seringkali Umar jadi tumpuan. Jika ada kegiatan sekolah, ada Umar, persiapan
berkas tunjangan, ada Umar, buat administrasi ulangan dan ujian, lagi-lagi
Umar. Pokoknya pekerjaan diluar mengajar Umar jagonya.
Belum lagi ia harus menghadapi anak didiknya dikelas.
Mulai menyiapkan materi, menyampaikan materi, sampai melerai jika anak didiknya
berkelahi. Kalau lagi apes niat mendidik akhlak murid, malah jadi urusan dengan
orang tuanya, bawa polisi pula. Alamaaak tragis sekali nasibmu Umar.
Demikianlah kehidupan Umar, selalu berputar dan berulang
ulang setiap tahunnya. Diluar sana saya rasa banyak Umar umar yang lain.
===================
Selamat Hari Pendidikan Nasional
Jika Pendidikan mengajarkan keadilan, maka hadirkanlah keadilan buat si Umar
No comments:
Post a Comment