Halaman

Saturday, December 9, 2017

Keberadaan tanpa Kebermaknaan

Oleh Cecep Lukmanul Hakim
Perkara hidup tak akan pernah habis kita fikirkan dan diskusikan. Warung kopi tempat ngopi sebangsa saya yang secara ekonomi berada di bawah garis kemiskinan, Café tempat kongkow dan kopdar orang berduit, semua materi pembicaraannya tak jauh dari masalah hidup. Dimulai materi yang ringan seperti urusan gaya hidup, kategori menengah yaitu urusan mencari materi (duniawi) sampai yang tingkat dewa seperti keinginan untuk poligami tapi diridoi oleh istri pertama menemani semangkuk bakso atau sepiring nasi timbel bisa juga ditemani secangkir kopi atau teh dengan kepulan kretek khas Indonesia.
Sebagai seorang muslim, kita tentunya meyakini bahwa setiap mahluk baik yang hidup mapun yang mati didunia semuanya memerankan skenario dari yang Maha Agung. Cerita jalan hidup bagi kita sebenarnya telah ditentukan oleh Nya jauh sebelum kita menangis untuk pertama kali. Qada dan Qadar itu adalah pondasi yang harus kita imani, tanpa perdebatan dan diskusi.

Baca juga : Umat Akhir Zaman

             Namun pengetahuan ini sangatlah terbatas, kita dilahrikan sebagai yang serba bodoh dan serba tidak tahu. Jangankan mengetahui kapan kita menikah dan dengan siapa kita menikah, untuk bisa mengingat sesuatu pun kita baru mencapainya saat umur 4 tahun. Lantas bagaimana kita tahu yang sekarang kita alami itu adalah takdir Tuhan?
Kuncinya hanya satu yaitu Ikhtiar. Batas terakhir yang bisa kita lakukan untuk sesuatu hal itulah yang disebut takdir. Usaha yang dilakukan dengan bersungguh sungguh mengerahkan segala kemampuan dan keyakinan adalah usaha kita untuk mengetahui takdir kita, baik ataupun buruk hasilnya. Begitu juga keinginan yang dicapai dengan usaha apa adanya itulah garis Tuhan, baik hasilnya atau buruk hasinya.

Baca juga : Terjebak

Menerima sebuah ketentuan adalah perkara berat, apalagi jika tak sesuai dengan harapan. Butuh kerelaan dari dasar hati yang dilandasi kesadaran bahwa kita ini hanya mahluk yang tunduk pada Khaliqnya. Bak orang yang mabuk cinta, ia merasa rela bila sang Cinta memperlakukan kita bagaimanapun kehendakNya. Kecintaan padaNya melupakan apa yang telah kita usahakan dengan keras, kerumitan hidup dan banyak kekecewaan yang ditemui. Perasaan cinta padaNya tetap menyala meskipun jiwa dan raga kita hancur dan mencair seperti lilin.
Cinta yang Maha Dahsyat itu sesungguhnya fitrah bagi semua manusia. Benihnya suda Dia tanam ketika Dia bertanya “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” dan kita menjawab “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi”. Kita lahir ke dunia bersama benih cinta yang Dia tanam. Namun benih adalah benih, ia dapat tumbuh menjadi pohon yang berbuah, bisa juga mati sebelum bertangkai.


Maka manusia adalah yang bertanggungjawab atas benih itu. Hidup tidaklah cukup untuk membuat benih itu tumbuh subur dalam diri kita. Hidup dalam kehampaan dan keberadaan kita hanya langkah demi langkah yang tak tentu arah tersesat di padang kehidupan. Dan pada akhirnya ketiadaan kita dan segala yang kita dapatkan menjadi ketakutan yang hakiki. Ketiadaan kita adalah hantu sesungguhnya yang setiap saat jika kita membayangkanya kita menolaknya.
Kita adalah tidak ada dan akan kembali kepada ketiadaan. Ketakuan akan ketiadaan secara fisik yang sejatinya itu sebuah keniscayaan sesunggunya kematian dari harapan. Kematian harapan akan sebuah cinta dari sang Pencipta. Benih cinta yang jika kita semai, siram dan rawat dengan baik akan membangun sebuah harapan dalam hidup. Harapan di atas seluruh harapan kita tentang duniawi. Keberadaan kita tidak akan seperti batu yang hanya ada dan berwujud, lebih dalam kita akan menemukan kebermaknaan dalam keberadaan. Tiap helaan napas dan detakan jantung pun akan bernilai karena itu merupakan usaha mencapai harapan sebagai buah cintaNya.

Baca juga : Siapa yang Salah ?

Capaian dari ikhtiar tak menjadi soal penting jika dibandingkan nikmatnya memaknai setiap unataian cinta padaNya. Baik dan buruk yang akan kita hadapi dirasakan hanya nikmat dan ujian sebagai interpretasi cintaNya. Toh pada akhirnya kita meyakini akan dikumpulkan dalam kelompok kekasihNya kelak. Aamiin.  

Baca juga artikel Filsafat lainnya

1 comment:

  1. nice blog penggunaan bahasanya juga bagus sekali keep bloging yah

    berita rusia

    ReplyDelete