Halaman

Tuesday, November 21, 2017

Bagaimana Ketentuan Tuhan atas Hidup Kita ?

Oleh Cecep Lukmanul Hakim
Sebagai seorang awam akan ilmu agama, membicarakan hal-hal ghaib dalam agama adalah hal yang tabu. Kita cenderung lebih berhati-hati dalam berbicara mengenai hal tersebut, atau bahkan seringkali menghindari pembicaraan kearah itu. Kita takut karena kedangkalan ilmu justru akan menjerumuskan kita kedalam hal-hal yang mendatangkan madharat.
Saya teringat sewaktu pertama kali masuk kuliah, ada salah satu senior di kostan dengan tiba-tiba bertanya ‘Menurutmu apa itu takdir?’. Dan sudah pasti saya dibuat celingak celinguk dengan pertanyaan itu. Takut akan kesalahan berbicara dengan kedangkalan ilmu menjadi dasar saya tidak menjawab.
Sebagai orang yang berTuhan, tentu saya meyakini dan mengimani bahwa ketentuan Tuhan atas kita benar adanya. Bahkan ketentuan tersebut sudah ditetapkan jauh sebelum kita lahir ke dunia. Tapi saya tidak akan membahas bagaimana ketentuan tersebut digariskan oleh Tuhan dan hal yang berkaitan dengannya, karena itu bukan domain mahluk untuk memikirkannya.

Baca juga : Siapa yang Salah ?

Sebagai hal ghaib yang tentu tidak kita ketahui wujudnya dan garis perjalanannya, bagaimana kita tahu bahwa hal tersebut adalah ketentuan Tuhan?. Ketentuan itu diketahui ketika hal tersebut justru sudah terjadi. Sebagai contoh, kita mengetahui bahwa ketentuan umur bagi si Fulan adalah 85 tahun, justru ketika dia sudah meninggal. Sebelum itu terjadi, kita tidak tahu ketentuan umur si Fulan, bisa kurang 85 tahun bisa juga lebih, itu mungkin yang saya tangkap dari konsep ghaibnya ketentuan Tuhan.
Lalu bagaimana cara kita mengetahui ketentuan Tuhan atas kita? TIDAK BISA, kita tidak bisa mengetahuinya dan mendahuluinya seperti seorang peramal.
Ketentuan Tuhan itu ibarat ‘sejauhmana kita dapat melemparkan sebuah batu’. Jauh dekatnya hasil lemparan merupakan ketentuan Tuhan atas kita. Jika kita mencermati perumpaan tersebut, ada variable yang mempengaruhi terhadap ketentuan Tuhan, yaitu tenaga. Tenaga besar akan membuat lemparan kita lebih jauh dibandingkan dengan tenaga yang lemah.


‘Tenaga’ merupakan analogi dari ikhitar, ikhtiar merupakan usaha kita dalam hidup. Ikhitiar berarti mengerahkan segala potensi baik secara jasmani maupun ruhani dengan sekuat kuatnya. Tidak berhenti menggali potensi selama hayat masih dikandung badan sampai titik dimana kita harus berhenti. Besar kecil, kuat lemahnya ikhitiar kita dalam hidup menentukan ketentuan Tuhan atas kita sendiri. Karena Tuhan Maha Adil dan Maha Mengetahui atas usaha kita, maka Dia akan memberikan ‘sesuatu’ yang pantas kita dapatkan. Jika kita sudah berhenti, maka itulah ketentuan Tuhan atas kita dan kita harus bertawakal atasnya baik ataupun jelek hasilnya. 

Baca juga artikel terkait Filsafat lainnya

1 comment: