Oleh Cecep Lukmanul Hakim
Jargon Islam Kaffah sering kali kita temukan disekitar kita baik dibuletin, surat kabar, majalah dan lainnya baik itu di kota maupun di desa dan terutama sekali di wilayah kampus. Jargon ini berasal dari kutipan salah satu ayat Al-Quran dalam surat Al-Baqarqah: 208 yang berbunyi “Udkhulu fis silmi Kaffah” yang memiliki arti “Masuklah kamu semua ke dalam agama Islam secara keseluruhan”. Jargon “Islam kaffah” yang menjadi alat hegemoni salah satu kelompok Islam secara sekilas sangat baik, dengan mengajak seluruh umat Islam untuk masuk ke dalam Islam secara kaffah (keseluruhan), tidak setengah-setengah.
Namun sebagai seorang akademisi, selayaknya kita harus berfikir kritis dan analitis dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan terhadap pernyataan jargon mereka. Kita harus memiliki filter yang tentu saja pengetahuan kita terhadap sebuah berita yang kita terima, jangan lantas kita percaya begitu saja tanpa mempersoalkan isi dari berita tersebut. Pola berfikir kritis analitis harus kita bangun sebagai masyarakat akademis, hendaklah kita meyakini karena kita tahu, bukan malah tahu karena kita meyakini terkait kondisionalitas dalam Islam bukan masalah normativitasnya.
Kita kembali lagi dalam Islam kaffah, KH. Muchith Muzadi menegaskan bahwa umat Islam tidak bisa menjadi kaffah, karena hanya nabi Muhammad Saw yang kaffah. Kaffah yang berarti keseluruhan hanya bisa dilakukan oleh pembawa Islam itu sendiri sebagai penyebar ajaran Islam. Islam sebagai sebuah agama tidak melulu mengajarakan ibadah yang berarti ritual, namun Islam juga mengajarkan ibadah sosial sehingga dalam Islam kita kenal hablumminallah dan hablumminannas (hubungan dengan Allah dan hubungan dengan manusia). Jika konteks kaffah yang mereka maksudkan sesuai dengan terjemahan ayat diatas, maka timbul pertanyaan, bisakah seorang manusia melakukan hal tersebut? Tanpa melakukan dosa terhadap tuhan dan terhadap manusia?sedang kita tahu ada hadis yang menyatakan bahwa Allah tidak akan mengampuni dosa seseorang kepada manusia sebelum yang bersangkutan memaafkannya. Sungguh berat.....
Substansi dari Islam kaffah yang mereka yakini adalah memurnikan agama Islam dari prilaku-prilaku yang menyimpang yang disebabkan oleh adat istiadat masyarakat. Islam kaffah juga diartikan sebagai sifat agama yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia dari dahulu hingga sekarang, sehingga seluruh permasalahan umat bisa diselesaikan dengan merujuk kamus Islam dalam pengertian Islam secara tekstual. Mereka adalah gelombang kesekian dari gerakan wahabisme yang ingin memurnikan kembali ajaran Islam. Lalu bagaimana bentuk murni dari ajaran Islam?. Dengan berbagai tafsiran al-Quran dari para sahabat, tabi’in dan ulama yang kadang-kadang berbeda, juga tata cara ibadah yang seringkali berbeda. Atau apakah Islam harus bersifat eksklusif? Dengan tidak menyentuh aspek sosiologis dalam masyarakat, sedangkan tiap masyarakat akan melahirkan sebuah budaya. Kita kenal dalam ushul fiqh sebuah kalimat yang berbunyi “Al adah muhakkamah” yang berarti tradisi (adat) bisa menjadi hukum. Betapa Islam sangat menghargai sebuah adat dalam masyarakat, tinggal kita sebagai penganutnya harus berlaku akomodatif, selektif dan proposional dalam memilih adat.
Kita jangan terjabak dalam pola pikir bahwa Arab itu Islam dan Islam itu Arab yang nantinya berujung dalam Arabisasi bukannya Islamisasi. Jelas sekali perbedaannya antara kedua konsep terebut, Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin berlaku untuk seluruh alam bukan hanya berlaku bagi bangsa arab saja. Maka Islam juga mengakomodir seluruh hasil pola pikir masyarakat dan lebih jauhnya mengakomodir hasil budaya masyarakat secara keseluruhan. Tanah arab yang menjadi tempat kelahiran Islam memang menjadi dasar diterapkannya hukum Islam, namun jika menyimpulkan bahwa Islam itu adalah Arab maka kita telah mengingkari Islam sebagai rahmatan lil alamin.
Mereka mempersoalkan budaya dzikir bersama, salaman setelah salat dan qasidahan yang justru tidak kita temukan madharatnya hanya karena tidak tercantum dalam hadits. Mereka lupa bahwa keberadaan pesantren tidak dikenal di tanah arab, justru pesantren adalah hasil kebudayaan yang berasal dari budaya Hindu, dalam sistem pengajaran Hindu dikenal padepokan sebagai tempat belajar mengajar. Pesantren yang asal katanya santri berasal dari kata cantrik yang berarti seorang murid (agama Hindu) yang selalu melayani gurunya.
Mereka melakukan justifikasi teologis terhadap kelompok Islam yang berbeda dengan mereka sebagai sinkretis, tidak otentik atau yang lebih ekstrem sebagai kafir. Stigma seperti itu diawali oleh doktrin Islam kaffah yang berubah menjadi sebuah ideologi dan diartikulasikan kedalam sebuah gerakan sebagai pemurnian terhadap Islam. Mereka melarang adanya paham-paham luar yang masuk ke dalam Islam, justru dengan begitu mereka telah merubah Islam menjadi eksklusif dan kaku. Yang seharusnya Islam bisa lebih mesra berdampingan dengan adat sebagai identitas masyarakat dan jalan untuk memajukan Islam.
Wallahu’alam bisshawab
No comments:
Post a Comment