Halaman

Saturday, December 24, 2011

Periode Awal Terbentuknya Kerajaan Galuh

Kisah Kendan dan Galuh diriwayatkan dalam Naskah Carita Parahyangan dan Naskah Wangsakerta, Jika saja dikaji lebih jauh dan teliti, Carita Parahyangan menjelaskan sejarah yang sebelumya gelap, seperti kisah Sanjaya, yang prasastinya ditemukan di Canggal. Carita Parahyangan memiliki uraian yang hampir sama dengan Naskah-naskah Wangsakerta, sehingga para ahli sejarah menganggap Naskah Wangsakerta berasal dari sumber yang sama, yakni Pararatwan Parahyangan. Namun karena rentang waktu penyusunannya dianggap terlalu jauh dari masanya, yakni pada abad ke 16, maka Carita Parahyangan dianggap data sekunder.
Sejarah ditatar sunda yang disampaikan secara lisan lebih hidup dan beragam. Sayangnya masyarakat tradisional masih banyak yang menganggap tabu untuk menceritakan sejarah karuhunnya dengan alasan “pamali” – “teu wasa”. Mungkin dahulu ditujukan agar tidak menyinggung perasaan yang kebetulan karuhunnya terceritakan negatif, atau semacam takut membuka aib atas cerita yang dianggapnya tidak lumrah. Dalam masa selanjutnya istilah tabu bukan lagi berasal dari "teu wasa", melainkan takut dicemoohkan sebagai “mamake payung butut”, masalah inilah yang ikut menghambat tutur tinular terhadap perjalanan dimasa lalu.
Peta Kerajaan Galuh dan Sunda
Gambar : Wikipedia
Kisah karuhun Galuh di dalam kesejarahannya yang pernah menjadi rahasia umum adalah Mandiminyak dan Tamperan. Cerita Mandiminyak dianggap tidak lazim karena berhubungan dengan Rabbabu, istri Sempakwaja, kakaknya, hingga melahirkan Bratasenawa. Demikian pula cerita Tamperan yang dianggap aib setelah berhubungan dengan Dewi Pangrenyep, istri Permana Dikusumah. Tetapi hukum dan realitas penyusunan sejarah modern memerlukan data formal. Mungkin alasan ini pula yang berakibat urang sunda tidak memiliki data sejarah, sehingga dianggapnya kurang bersejarah.
Kisah kerajaan Galuh dimulai ketika Manikmaya memperoleh wilayah Kendan (cikal bakal Galuh) berikut tentara dan penduduknya dari Tarumanagara, bahkan Tarumanagara melindungi Kendan dari gangguan Negara lain. Namun pada tahun 670 M, Wretikandayun menyatakan Galuh melepaskan diri dari Sunda, kerajaan penerus Tarumanagara.
Kondisi Tarumanagara sejak masa Raja Sudawarman (Raja ke-9) memang sudah kurang wibawanya dimata raja-raja daerah. Masalah ini terus berlanjut hingga para penggantinya. Setelah Linggawarman (Raja ke-12) meninggal dan tida memiliki putra Mahkota, pemerintahan diserahkan kepada menantunya, yakni Tarusbawa, raja Sundapura. Kerajaan bawahan Tarumanagara.
Pada tahun 670 M, berakhirlah kisah Tarumanagara sebagai kerajaan yang menguasai seluruh Jawa Bagian Barat, namun muncul dua kerajaan kembar. Disebelah barat Citarum menjadi kerajaan Sunda, sedangkan disebelah timur Citarum berdiri kerajaan Galuh.
Carita Parahyangan menjelaskan ranji Kendan dan Galuh. Sang Resiguru berputra Rajaputra, Rajaputra beranak Sang Kandiawan dan Sang Kandiawati. Sang Kandiawan menamakan dirinya Rahyangta Dewaraja. Waktu ia menjadi rajaresi ia menamakan dirinya Rahyang ta di Medang Jati, yaitu Sang Layuwatang. Kemudian Sang Kandiawan berputra lima orang, yaitu Sang Mangukuhan, Sang Karungkalah, sang Katung maralah, Sang Sandanggreba dan Wretikandayun. Namun yang ditunjuk menggantikan Sang Kandiawan adalah Wretikandayun.
Sang Manikmaya pertama kali menjalankan kegiatan pemerintahannya didaerah Kendan, ia sekaligus bertindak menjadi Rajaresi. Sepeninggalnya ia digantikan oleh Sang Suralim, putranya yang memerintah di Kendan. Sang Suralim sebelumnya menjadi senapati di Tarumanagara, maka ia lebih dikenal sebagai Panglima perang yang tangguh. Dari sejarah Suralim tersebut, masalah kegiatan agama nampaknya tidak merupakan faktor yang sangat penting, sehingga merasa tidak perlu untuk memindahkan pusat pemerintahannya.
Dilihat dari masa periodenya, Yoseph (2005) membagi menjadi tiga periode, yakni Galuh dapat dibagi menjadi tiga jaman. Pertama Galuh jaman pemerintahan Sempakwaja – Purbasora. Kedua Galuh jaman pemerintahan Mandiminyak – Sena. Ketiga Galuh pada masa pemerintahan Rahiyang Kidul yang selalu terancam oleh kedua pemerintahan diatas.
Sang Suralim memiliki putra dan putri, yakni Kandiawan dan Kandiawati. Sang Kandiawan kemudian di jadikan penguasa di Medang Jati. Didalam Carita Parhyangan ia disebut juga Rahiyangan di Medang Jati, ia pun bergelar Rajaresi Dewaraja. Ketika menerima warisan tahta dari ayahnya ia tidak lantas pindah ke Kendan, melainkan tetap menjalan pemerintahannya di Medang Jati.
Menurut buku penelusuran masa silam sejarah Jawa Barat (1983 – 1984), alasan Kandiawan menetap di Medang Jati sangat terkait dengan keagamaan. Di Kendan waktu itu sudah mulai banyak para penyembah Syiwa, sedangkan ia penyembah Wisnu.
Sang Kandiawan memiliki 5 orang putra, yakni Mangukuhan, Karungkalah, Katungmaralah, Sandangreba dan Wretikandayun. Suatu hal yang masih sulit dicari alasannya adalah mengapa Sang Kandiawan mewariskan tahtanya kepada Wretikandayun, putra bungsunya. Alasan ini menurut carita Parahyangan disebabkan berhasil menombak kebowulan, mungkin maksud penulis Carita Parahyangan menceritakan adanya sayembara diantara lima bersaudara tersebut. Namun mengingat penulis Carita Parahyangan sangat irit mengisahkan suatu masalah, maka ia ditulis demikian.
Hal yang paling mendekati terhadap masa ini adalah kemungkinan adanya alasan yang terkait dengan masalah keagamaan. Pemegang kekuasaan dalam tradisi kendan biasanya dipegang oleh seorang rajaresi. Dari kelima palaputra Sang Kandiawan yang memenuhi syarat sebagai raja resi hanyalah Wretikandayun.

Cecep Lukmanul Hakim

Sumber
Ekadjati. 2005. Kebudayaan Sunda – Zaman Pajajaran – Jilid 2. Bandung:Pustaka Jaya.
Tjetjep, SH dkk. 1984. Rintisan Penelusuran Masa Silam Sejarah Jawa Barat: Jilid 2 dan 3. Bandung: Proyek Penerbitan Sejarah Jawa Barat Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat.
Yoseph Iskandar. 2005. Sejarah Jawa Barat (Yuganing Rajakawasa). Bandung: Geger Sunten. 
Drs. Atja. 1968. Tjarita Parahjangan. Bandung: Jajasan Kebudayaan Nusalarang
   wikipedia.org/Babad_Banyumas
   akibalangantrang.blogspot.com/2008/09/asal-mula-galuh.html

1 comment: