Oleh Cecep Lukmanul Hakim
Pergulatan antara Penulisan Sejarah Objektif dengan Nasionalisme
Berbicara mengenai historiografi, maka kita harus memahami apa yang disebut dengan metodologi sejarah yang memiliki tahapan-tahapan tertentu dalam menghasilkan suatu karya sejarah. Bagian-bagian daripada metodologi sejarah menjadi titik tolak dan aturan yang baku (sampai saat ini dan mungkin akan berkembang) dalam proses merekontruksi peristiwa masa lalu yang dihadirkan kembali meskipun tidak secara utuh (historium rerum gestarum). Seorang sejarawan tidak mungkin meninggalkan satu tahapan dalam metodologi ketika merekontruksi data dan fakta mejadi suatu uraian sejarah, karena mereka faham metodologi itu sebagai suatu kesatuan tahapan yang baku seperti halnya resep pembuata kue. Urutan-urutan tersebut harus dilakukan sebagaimana mestinya untuk menghasilkan kesempurnaan dalam sebuah karya sejarah.
Menulis sebuah karya sejarah adalah kegiatan intelektual yang merupakan penggabungan antara kematangan ilmu dan kemampuan seni kita dalam mengkomunikasikan hasil temuan kita kepada pembaca lewat uraian kata yang kita susun. Ketika sejarawan memasuki tahap menulis, maka ia mengerahkan seluruh daya pikirannya, bukan saja keterampilan teknis penggunaan kutipan-kutipan dan catatan-catatan, tetapi yang terutama penggunaan pikiran-pikiran kritis dan analisanya karena ia pada akhirnya harus menghasilkan suatu sintesis dari seluruh hasil penelitiannya atau penemuannya itu dalam suatu tulisan utuh yang disebut historiografi (Helijus Sjamsudin 2007:156). Tahapan historiografi ini menjadi tahapan terakhir dalam metodologi yang memiliki bagian-bagian lagi didalamnya, yaitu interpretasi (penafsiran), eksplanasi (penjelasan) dan ekspose (penyajian) yang sebelumnya telah melewati tahapan heuristik (pencarian sumber), kritik sember yang memiliki dua bagian (kritik internal dan kritik eksternal).
Istilah historiografi memiliki dua pegertian yaitu historiografi sebagai penulisan sejarah dan historiografi sebagai sejarah penulisan sejarah. Historiografi sebagai penulisan sejarah telah dijelaskan diatas yang merupakan satu kesatuan dalam metodologi sejarah. Sebagai sejarah penulisan sejarah, historiografi memiliki berbagai kelompok sesuai dengan sudut pandang sejarawan melihat suatu peristiwa. Sudut pandang ini yang menyebabkan penulisan sejarah menjadi beragam karena sudut pandang tersebut akan direpresentatifkan kedalam metodologi yang dilakukan. Representatif dari sudut pandang tersebut akan muncul pada tiap langkah metodologi mulai dari pemilihan sumber, kritik sumber sampai pada gaya penulisan sehingga menjadi uraian sejarah. Keterlibatan sejarawan dalam proses ini menyangkut keterlibatan simpati, emosi, filsafat, idealisme, sudut pandang dan kekayaan intelektual lainnya yang secara tidak langsung bercampur ke dalam hasil karyanya sehingga menjadi ciri khas atau gaya dalam setiap penulisannya. Meskipun keterlibatan total ini sama dengan subjektifitas dalam penulisan, namun hal seperti itu tidak bisa dihilangkan oleh seorang sejarawan karena sejarawan bukanlah robot tapi manusia yang memiliki perasaan dan subjektifitas itu hanya bisa diminimalisir. Dengan beberapa alasan diatas maka timbulah macam-macam historiografi sejarah, historiografi Neerlandosentris, historiografi Indonesiasentris dan lainnya
Historiografi Neerlandosentris
Historiografi neerlandosentris merupakan kekayaan intelektual dalam sejarah yang menjadi salah satu bagian dari historiografi kolonial di Indonesia. Historiografi kolonial yang meliputi penulisan sejarah pada jaman penjajahan Belanda, Inggris dan Jepang memberikan sumbangan yang sangat besar untuk kekayaan sejarah Indonesia. Hasil karya dari gaya penulisan tersebut menjadi sebuah tesis dalam dinamika perkembangan penulisan sejarah di Indonesia dan merupakan cambuk terhadap intelektual-intelektual Indonesia pada zamannya bahkan sampai sekarang untuk menghasilkan sebuah karya yang bisa menempatkan posisi orang Indonesia secara wajar yang menjadi anti tesis dari historiografi kolonial.
Historiografi neerlandosentris merupakan penulisan sejarah di Indonesia dengan menggunakan sudut pandang Belanda. Penulisan ini melihat peristiwa-peristiwa yang terjadi didasarkan pada hasil tulisan para ahli Belanda dengan penggunaan sumber Belanda. Orientasi dari historiografi ini adalah orang Belanda sebagai penggerak sejarah di Indonesia.
Karakteristik historiografi neerlandosentris, diantaranya:
· Peristiwa-peristiwa penting bagi Belanda atau aktifitas bangsa Belanda di Indonesia
· Kejadian masa lalu ditafsirkan atau dijelaskan menurut sudut pandang Belanda
· Sejarah konvensional, analisis menggunakan salah satu faktor
· Bercorak deskriptif-naratf hanya mengungkap apa, siapa, dimana, dan bagaimana tanpa mengungkap mengapa
· Sumber yang digunakan adalah sumber Belanda, diantaranya buku-buku harian kapal, arsip-arsip pemerintahan, karya-karya perorangan dan laporan pemerintah kolonial dan mengabaikan sumber lokal
Historiografi Indonesiasentris
Historiografi Indonesiasentris adalah penulisan sejarah dengan menggunakan sudut pandang orang Indonesia. Penulisan sejarah ini menempatkan orang Indonesia sebagai penggerak sejarah. Namun penggunaan sumbernya tetap sumber Belanda dengan ditunjang oleh sumber lokal seperti babad, wawacan, hikayat dan lainnya.
Karakteristik historiografi Indonesiasentris, diantaranya:
· Peristiwa-peristiwa penting bagi Indonesia
· Kejadian masa lalu ditafsirkan atau dijelaskan menurut sudut pandang Indonesia
· Sejarah kritis analitis mengungkap apa, siapa, dimana, bagaimana dan mengapa
· Sumber yang digunakan adalah kombinasi antara sumber Belanda dengan sumber lokal
Nasionalisme atau …
Secara keilmuan wajar-wajar saja ketika suatu peristiwa dipandang dari sudut yang beragam sejauh tujuan yang akan dicapai adalah kebenaran dari peristiwa tersebut. Sudut pandang Belanda maupun sudut pandang Indonesia seharusnya tidak dipandang sebagian sekat yang timbul dari kebencian terhadap sejarah karena Belanda telah menjajah kita. Sentimen tersebut yang menimbulkan pembagian sejarah kedalam kotak-kotak cenderung mempersempit dan memperalmbat laju perkembangan sejarah di Indonesia. Sejarawan dituntut totalitas dan profesionalismenya dalam merekontruksi peristiwa masa lalu dan menanggalkan atribut yang bisa mencedrai hasil karyanya. Meskipun pada kenyataannya sulit untuk bisa mencapai tingkat objektifitas dalam penulisan sejarah dan hanya mampu sampai pada tahap objektif dalam metodologi saja.
Pada kenyataannya kehadiran historiografi Indonesiasentris malah menjadi antitesis dari historiografi Neerlandosentris dan menyajikan tulisan sejarah yang berbanding terbalik dan seolah-olah menjadi pembelaan atas sejarah yang dibuat oleh penjajah Belanda. Bangunan historiografi Indonesiasentris merupakan bangunan lain yang merupakan tandingan dari sejarah kolonialis dan seolah-olah tidak dapat dipersatukan yang disebabkan sentimen yang timbul dari kenyataan sejarah. Seharusnya dalam penulisan sejarah tidak perlu menggunakan sudut pandang Indonesiasentris ataupun neerlandosentris. Mengingat penulisan sejarah dimaksudkan untuk berusaha mencari kebenaran masa lalu. Meskipun kebenaran dalam sejarah itu tidak lah mutlak dan hanya bisa diukur dengan keobjektifan dalam metodologi saja, dikarenakan penulisan sejarah hanya berdasarkan jejak-jejak peristiwa masa lalu. Jika sejarah menggunakan salah satu pendekatan tersebut, konten dari sejarah akan tidak seimbang dan menjatuhkan salah satu pihak. Dengan begitu objektifitas dalam sejarah sebagai salah satu faktor yang penting dari penulisan sejarah tidak akan mungkin tercapai. Meskipun sebenarnya tidak menjadi masalah ketika sejarawan menggunakan sudut pandang mana saja yang menurutnya sesuai.
Penulisan sejarah juga tidak bisa dilepaskan dari kebutuhan-kebutuhan politis yang diinginkan oleh pemimpin. Kepentingan-kepentingan tersebut bisa dilihat secara eksplisit maupun implisit jika kita membandingkan karya sejarah tiap periode pemerintahan. Begitupun sejarah sebagai hasil dari rekonstruksi masa lalu diharapkan tidak hanya menyajikan uraian sebuah peristiwa namun dapat menghasilkan efek yang positif bagi bangsa dan Negara, salah satunya adalah nasionalisme, maka timbulah istilah sejarah sebagai salah satu pembentukan nasionalisme. Tidak ada yang salah dari hal tersebut karena nasionalisme adalah sesuatu yang berharga dan harus dimiliki oleh setiap rakyat dalam suatu bangsa. Penggunaan sejarah sangat efektif dalam proses penumbuhan rasa nasionalisme mengingat sejarah bisa menghadirkan romantisme peristiwa masa lalu, kebesaran dan kejayaan kerajaan-kerajaan di Negara kita dan kisah heroik perjuangan melawan penjajah. Rasa bangga akan kebesaran nenek moyang kita akan menimbulkan perasaan rasa percaya diri pada setiap rakyat dan tidak merasa bahwa kita tidak lebih baik dari Negara lain.
Dekolonisasi historiografi menuju historiografi yang Indonesiasentris mungkin dibutuhkan tergantung pada tingkat mana hisotoriografi tersebut diperuntukan. Disatu sisi diperlukan sebagai alat untuk membangun nasionalisme, namun disisi lain kurang sesuai dengan tujuan dari penulisan sejarah yaitu berusaha mencapai kebenaran.