Halaman

Saturday, January 28, 2012

Historiografi Tradisional Indonesia

Oleh Cecep Lukmanul Hakim

Ciri-ciri Historiografi tradisional Indonesia menurut pembagian wilayah.
Istilah historiografi memiliki dua pegertian yaitu historiografi sebagai penulisan sejarah dan historiografi sebagai sejarah penulisan sejarah. Historiografi sebagai penulisan sejarah merupakan satu kesatuan dalam metodologi sejarah. Sebagai sejarah penulisan sejarah, historiografi memiliki berbagai kelompok sesuai dengan sudut pandang sejarawan melihat suatu peristiwa.
Historiografi disini merupakan cara pandang orang terhadap peristiwa disekelilingnya yang dia tuangkan kedalam sebuah tulisan (cerita). Tulisannya tersebut akan dipengaruhi oleh keadaan pada waktu dia hidup, sehingga tulisan dia mewakili keadaan zaman dimana dia hidup. Historiografi tradisional merupakan ekspresi kultural dari usaha untuk merekam sejarah.
Historiografi tradisional merupakan kekayaan intelektual dalam sejarah Indonesia. Historiografi ini dijadikan sumber satu-satunya untuk penulisan sejarah Indonesia pada masa kerjaan-kerajaan terutama masa kerajaan Hindu-Budha, meskipun ada sumber lain seperti sumber Cina dan berita para peziarah namun kedudukan historiografi tradisional ini menjadi amat penting karena menjadi sumber utama dalam penulisan sejarah masa Hindu-Budha. Meskipun banyak yang dipertentangkan mengenai isi dari historiografi ini karena sebagaimana kita ketahui penulisan historiografi pada masa ini cenderung raja sentris atau istana sentris dan berbagai hal lainnya, tapi setidaknya kita mendapatkan gambaran mengenai kondisi pada saat itu selain fakta-fakta yang kita dapatkan.

            Ciri-Ciri Historiografi Tradisional menurut wilayah
Bagian Barat
Bagian Tengah
 Bagian Timur
Puisi atau Prosa
Puisi atau Prosa
Puisi
Etnosentris
Etnosentris
Etnosentris
Istana atau Raja sentris
Istana atau Raja sentris
Istana atau Raja sentris
Mitologi-Irasional
Mitologi-Irasional
Rasional
Melegitimasi kekuasaan
Melegitimasi kekuasaan
Melegitimasi kekuasaan

____
Kronogram/ Candrasangkala atau penanggalan
­­
____


Ramalan

Pengaruh Islam
Pengaruh Hindu-Budha
Pengaruh Islam

Keterangan:
a.       Bagian barat meliputi semenanjung Melayu dan pulau Sumatera
b.      Bagian Tengah meliputi pulau Jawa, Madura, Kalimantan dan Bali
c.       Bagian Timur meliputi pulau Sulawesi dan Maluku

Historiografi tradisional Indonesia dimulai dari historiografi Indonesia bagian tengah, hal ini dilihat dari peta keberadaan kerajaan-kerajaan awal di Indonesia. Kerajaan pertama di Indonesia adalah kerajaan Kutai dan dan dilanjutkan oleh kerajaan Hindu-Budha di pulau Jawa. Persentuhan antara Nusantara khususnya pulau Jawa dengan India menyebabkan masuknya pengaruh Hindu-Budha mengawali masuknya Indonesia dalam babak sejarah, masuknya pengaruh India juga mempengaruhi historiografi tradisional bagian tengah.  Historiografi tradisional Indonesia dimulai dari historiografi Indonesia bagian tengah, hal ini dilihat dari peta keberadaan kerajaan-kerajaan awal di Indonesia. Kerajaan pertama di Indonesia adalah kerajaan Kutai dan dilanjutkan oleh kerajaan Hindu-Budha di pulau Jawa. Persentuhan antara Nusantara khususnya pulau Jawa dengan India menyebabkan masuknya pengaruh Hindu-Budha mengawali masuknya Indonesia dalam babak sejarah, masuknya pengaruh India juga mempengaruhi historiografi tradisional bagian tengah. Meskipun Islam memiliki tempat yang dominan pada zaman kelanjutannya, namun pengaruh agama Hindu terutama sangat kental sekali terutama di daerah Jawa.
Corak Islam justru sangat kuat di daerah timur, yang meliputi Sulawesi dan Maluku pada umumnya. Hal ini kemungkinan karena penetrasi budaya Hindu dan Budha tidak sekuat di pulau Jawa dan Bali, hal ini dikarenakan kerajaan dengan corak Hidu dan Budha di daerah ini tidak sekuat kerajaan Hindu dan Budha di daerah Jawa dan Bali, sehingga ajaran Hindu-Budha pun tidak mengakar dalam masyarakatnya, dan bahkan justru kepercayaan lokal yang tetap menjadi dominan dalam masyarakat tersebut.
Historiografi tradisional di daerah barat yang justru sangat kental dengan aroma Islam, karena kita tahu daerah pertama yang bersentuhan dengan Islam adalah wilayah barat terutama Aceh. Meskipun di Sumatera pernah ada kerajaan Budha besar yaitu Sriwijaya, namun penetrasi Islam dilancarkan oleh kerajaan Islam setelahnya yaitu Aceh, dan usahanya berhasil sehingga Islam melekat dalam budaya orang Sumatera (melayu).
Dalam historiografi tradisional yang biasa disebut babad, wawacan, carita, sajarah dan lainnya raja-raja diabadikan oleh para pujangga kedalam tulisan baik itu puisi atau prosa sebagai seorang titisan dewa atau pembawa kesejahteraan. Pada hakekatnya penulisan ini dimaksudkan hanya untuk memberikan pujian kepada raja yang telah memberikan kesejahteran kepada rakyatnya. Atau maksud dari penulisan itu bisa juga melegitimasi kekuasaan seorang raja terhadap daerah kekuasaannya. Contoh historiografi tradisional bagian tengah : Babad Tanah Jawi, Wawacan Sajarah Galuh, Carita Parahiyangan, Wangsakerta, Pararaton, Nagarakertagama dan lainnya.

Wednesday, January 4, 2012

Sistem Kekerabatan Masyarakat Minangkabau

Dampaknya Terhadap Peran Sosial dan Pembagian Harta
Oleh Cecep Lukmanul Hakim
Suku Minangkabau adalah salah satu dari banyaknya suku di Indonesia yang masih bertahan dalam melaksanakan adatnya sampai sekarang meskipun perubahan-perubahan terjadi akibat dari modernisasi. Suku Minangkabau secara administratif berada di provinsi Sumatera Barat dikurangi dengan kepulauan Mentawai. Selain daerah Sumatera barat, daerah pendukung kebudayaan Minangkabau juga tersebar di beberapa tempat di pulau Sumatera dan di Semenanjung Malaya. Kita dapat melihat misalnya adanya daerah yang ditinggali orang Minangkabau di Aceh Barat, yaitu daerah Meulabaoh. Daerah Negeri Sembilan di Malaya dianggap sebagai daerah yang didiami oleh orang-orang yang berasal dari Minangkabau, yang telah berpindah kesana beberapa abad yang lalu, sekitar abad ke 15.
Sebagai sebuah masyarakat trdisional, masyarakat Minangkabau memiliki adat atau kebuadayaan yang menjadi identias dari masyarakat tersebut. Dalam masyarakat Minangkabau yang disebut dengan adat adalah  aturan hidup yang berlaku di Minangkabau yang membedakan dengan tajam antara manusia dengan hewan, tingkah laku dan perbuatan. Adat ini mencakup berbagai aspek dari kehidupan masyarakat Minangkabau dan mengatur kehidupan sosial masyarakat Minangkabau.
Salah satu budaya masyarakat Minangkabau yang sangat terkenal adalah sistem kekerabatannya yang ditarik dari garis ibu atau lebih dikenal dengan matrilineal. Sistem matrilineal adalah suatu sistem yang mengatur kehidupan dan ketertiban suatu masyarakat yang terikat dalam suatu jalinan kekerabatan dalam garis ibu. Seorang anak laki-laki dan perempuan merupakan klen dari perkauman ibu. Ayah tidak dapat memasukkan anaknya ke dalam klan-nya sebagaimana yang berlaku dalam sistem patrilineal. Oleh karena itu, waris dan pusaka diturunkan menurut garis ibu pula. Ciri-ciri masyarakat matrilineal:
-    Keturunan dihitung menurut garis ibu
-    Suku terbentuk menurut garis ibu
-    Tiap orang diharuskan kawin dengan orang luar sukunya (exogami)
-    Pembalasan dendam merupakan satu kewajiban bagi seluruh suku
-   Kekuasaan di dalam suku, menurut teori, terletak di tangan “ibu”, tetapi jarang sekali dipergunakan, sedangkan yang sebenarnya berkuasa adalah saudara laki-lakinya
-    Perkawinan bersifat matrilokal, yaitu suami mengunjungi rumah istrinya
-    Hak-hak dan pusaka diwariskan oleh mamak kepada kemenakannya dan dari saudara laki-laki ibu kepada anak dari saudara perempuan.
Sistem kekerabatan ini tetap dipertahankan masyarakat Minangkabau sampai sekarang. Bahkan selalu disempurnakan sejalan dengan usaha menyempurnakan sistem adatnya. Terutama dalam mekanisme penerapannya di dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu peranan seorang penghulu ataupun ninik mamak dalam kaitan bermamak berkemanakan sangatlah penting. Bahkan peranan penghulu dan ninik mamak itu boleh dikatakan sebagai faktor penentu dan juga sebagai indikator, apakah mekanisme sistem matrilineal itu berjalan dengan semestinya atau tidak. Jadi keberadaan sistem ini tidak hanya terletak pada kedudukan dan peranan kaum perempuan saja, tetapi punya hubungan yang sangat kuat dengan institusi ninik mamaknya di dalam sebuah kaum, suku atau klan.

Peranan Laki-laki dan Perempuan di Masyarakat Minangkabau
Pada dasarnya sistem matrilineal bukanlah untuk mengangkat atau memperkuat peranan perempuan, tetapi sistem itu dikukuhkan untuk menjaga, melindungi harta pusaka suatu kaum dari kepunahan, baik rumah gadang, tanah pusaka dan sawah ladang. Bahkan dengan adanya hukum faraidh dalam pembagian harta menurut Islam, harta pusaka kaum tetap dilindungi dengan istilah “pusako tinggi”, sedangkan harta yang boleh dibagi dimasukkan sebagai “pusako randah”.
Harta pusaka yang dalam terminologi Minangkabau disebut harato jo pusako. Harato adalah sesuatu milik kaum yang tampak secara material seperti sawah, ladang, rumah gadang, ternak dan sebagainya. Pusako adalah sesuatu milik kaum yang diwarisi turun temurun baik yang tampak maupun yang tidak tampak. Oleh karena itu di Minangkabau dikenal pula dua kata kembar yang artinya sangat jauh berbeda; sako dan pusako.
-   Sako
Sako adalah milik kaum secara turun temurun menurut sistem matrilineal yang tidak berbentuk material, seperti gelar penghulu, kebesaran kaum, tuah dan penghormatan yang diberikan masyarakat kepadanya. Sako merupakan hak bagi laki-laki di dalam kaumnya. Gelar demikian tidak dapat diberikan kepada perempuan walau dalam keadaan apapun juga. Pengaturan pewarisan gelar itu tertakluk kepada sistem kelarasan yang dianut suku atau kaum itu. Jika mereka menganut sistim kelarasan Koto Piliang, maka sistem pewarisan sakonya berdasarkan; patah tumbuah. Artinya, gelar berikutnya harus diberikan kepada kemenakan langsung dari si penghulu yang memegang gelar itu. Gelar demikian tidak dapat diwariskan kepada orang lain dengan alasan papun juga. Jika tidak ada laki-laki yang akan mewarisi, gelar itu digantuang atau dilipek atau disimpan sampai nanti kaum itu mempunyai laki-laki pewaris. Jika mereka menganut sistem kelarasan Bodi Caniago, maka sistem pewarisan sakonya berdasarkan; hilang baganti. Artinya, jika seorang penghulu pemegang gelar kebesaran itu meninggal, dia dapat diwariskan kepada lelaki di dalam kaum berdasarkan kesepakatan bersama anggota kaum itu. Pergantian demikian disebut secara adatnya gadang balega.
-   Pusako
Pusako adalah milik kaum secara turun temurun menurut sistem matrilineal yang berbentuk material, seperti sawah, ladang, rumah gadang dan lainnya. Pusako dimanfaatkan oleh perempuan di dalam kaumnya. Hasil sawah, ladang menjadi bekal hidup perempuan dengan anak-anaknya. Rumah gadang menjadi tempat tinggalnya. Laki-laki berhak mengatur tetapi tidak berhak untuk memiliki. Karena itu di Minangkabau kata hak milik bukanlah merupakan kata kembar, tetapi dua kata yang satu sama lain artinya tetapi berada dalam konteks yang sama. Hak dan milik. Laki-laki punya hak terhadap pusako kaum, tetapi dia bukan pemilik pusako kaumnya.
Dalam pengaturan pewarisan pusako, semua harta yang akan diwariskan harus ditentukan dulu kedudukannya. Kedudukan harta pusaka itu terbagi dalam;
o   Pusako tinggi.
Harta pusaka kaum yang diwariskan secara turun temurun berdasarkan garis ibu. Pusaka tinggi hanya boleh digadaikan bila keadaan sangat mendesak sekali hanya untuk tiga hal saja; pertama, gadih gadang indak balaki, kedua, maik tabujua tangah rumah, ketiga, rumah gadang katirisan. Selain dari ketiga hal di atas harta pusaka tidak boleh digadaikan apalagi dijual.
o   Pusako randah.
Harta pusaka yang didapat selama perkawinan antara suami dan istri. Pusaka ini disebut juga harta bawaan, artinya modal dasarnya berasal dari masing-masing kaum. Pusako randah diwariskan kepada anak, istri dan saudara laki-laki berdasarkan hukum faraidh, atau hukum Islam.
Dalam sistem matrilineal perempuan diposisikan sebagai pengikat, pemelihara dan penyimpan, sebagaimana diungkapkan pepatah adatnya amban puruak atau tempat penyimpanan. Itulah sebabnya barangkali, dalam penentuan peraturan dan perundang-undangan adat, perempuan tidak diikut sertakan. Perempuan menerima bersih tentang hak dan kewajiban di dalam adat yang telah diputuskan sebelumnya oleh pihak ninik mamak.
Perempuan menerima hak dan kewajibannya tanpa harus melalui sebuah prosedur apalagi bantahan. Hal ini disebabkan hak dan kewajiban perempuan itu begitu dapat menjamin keselamatan hidup mereka dalam kondisi bagaimanapun juga. Semua harta pusaka menjadi milik perempuan, sedangkan laki-laki diberi hak untuk mengatur dan mempertahankannya. Perempuan tidak perlu berperan aktif seperti ninik mamak. Perempuan Minangkabau yang memahami konstelasi seperti ini tidak memerlukan lagi atau menuntut lagi suatu prosedur lain atas hak-haknya. Mereka tidak memerlukan emansipasi lagi, mereka tidak perlu dengan perjuangan gender, karena sistem matrilineal telah menyediakan apa yang sesungguhnya diperlukan perempuan. Para ninik mamak telah membuatkan suatu “aturan permainan” antara laki-laki dan perempuan dengan hak dan kewajiban yang berimbang antar sesamanya.

Daftar Pustaka
Koentjaranigrat. (2004). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta. Djambatan.
Ritzer, George dan Goodman, Douglas J. (2008). Teori Sosiologi Modern. Jakarta. Kencana.

Sumber Internet
Abidin, Mas’oed. (2008). Minangkabau dan Sistem Kekerabatan. (Online). Tersedia: http://hmasoed.wordpress.com/2008/04/07/minangkabau-dan-sistem-kekerabatan/
Widido.(2007). Adat Budaya Minangkabau. (Online). Tersedia: http://palantaminang.wordpress.com/sejarah-alam-minangkabau/k-elok-nagari-dek-pangulu/