Halaman

Sunday, April 10, 2011

Antara Historiografi Neerlandosentris dan Historiografi Indonesiasentris

Oleh Cecep Lukmanul Hakim
 
Pergulatan antara Penulisan Sejarah Objektif dengan Nasionalisme
Berbicara mengenai historiografi, maka kita harus memahami apa yang disebut dengan metodologi sejarah yang memiliki tahapan-tahapan tertentu dalam menghasilkan suatu karya sejarah. Bagian-bagian daripada metodologi sejarah menjadi titik tolak dan aturan yang baku (sampai saat ini dan mungkin akan berkembang) dalam proses merekontruksi peristiwa masa lalu yang dihadirkan kembali meskipun tidak secara utuh (historium rerum gestarum). Seorang sejarawan tidak mungkin meninggalkan satu tahapan dalam  metodologi ketika merekontruksi data dan fakta mejadi suatu uraian sejarah, karena mereka faham metodologi itu sebagai suatu kesatuan tahapan yang baku seperti halnya resep pembuata kue. Urutan-urutan tersebut harus dilakukan sebagaimana mestinya untuk menghasilkan kesempurnaan dalam sebuah karya sejarah.
Menulis sebuah karya sejarah adalah kegiatan intelektual yang merupakan penggabungan antara kematangan ilmu dan kemampuan seni kita dalam mengkomunikasikan hasil temuan kita kepada pembaca lewat uraian kata yang kita susun. Ketika sejarawan memasuki tahap menulis, maka ia mengerahkan seluruh daya pikirannya, bukan saja keterampilan teknis penggunaan kutipan-kutipan dan catatan-catatan, tetapi yang terutama penggunaan pikiran-pikiran kritis dan analisanya karena ia pada akhirnya harus menghasilkan suatu sintesis dari seluruh hasil penelitiannya atau penemuannya itu dalam suatu tulisan utuh yang disebut historiografi (Helijus Sjamsudin 2007:156). Tahapan historiografi ini menjadi tahapan terakhir dalam metodologi yang memiliki bagian-bagian lagi didalamnya, yaitu interpretasi (penafsiran), eksplanasi (penjelasan) dan ekspose (penyajian) yang sebelumnya telah melewati tahapan heuristik (pencarian sumber), kritik sember yang memiliki dua bagian (kritik internal dan kritik eksternal).
Istilah historiografi memiliki dua pegertian yaitu historiografi sebagai penulisan sejarah dan historiografi sebagai sejarah penulisan sejarah. Historiografi sebagai penulisan sejarah telah dijelaskan diatas yang merupakan satu kesatuan dalam metodologi sejarah. Sebagai sejarah penulisan sejarah, historiografi memiliki berbagai kelompok sesuai dengan sudut pandang sejarawan melihat suatu peristiwa. Sudut pandang ini yang menyebabkan penulisan sejarah menjadi beragam karena sudut pandang tersebut akan direpresentatifkan kedalam metodologi yang dilakukan. Representatif dari sudut pandang tersebut akan muncul pada tiap langkah metodologi mulai dari pemilihan sumber, kritik sumber sampai pada gaya penulisan sehingga menjadi uraian sejarah. Keterlibatan sejarawan dalam proses ini menyangkut keterlibatan simpati, emosi, filsafat, idealisme, sudut pandang dan kekayaan intelektual lainnya yang secara tidak langsung bercampur ke dalam hasil karyanya sehingga menjadi ciri khas atau gaya dalam setiap penulisannya. Meskipun keterlibatan total ini sama dengan subjektifitas dalam penulisan, namun hal seperti itu tidak bisa dihilangkan oleh seorang sejarawan karena sejarawan bukanlah robot tapi manusia yang memiliki perasaan dan subjektifitas itu hanya bisa diminimalisir. Dengan beberapa alasan diatas maka timbulah macam-macam historiografi sejarah, historiografi Neerlandosentris, historiografi Indonesiasentris dan lainnya
   
Historiografi Neerlandosentris  
Historiografi neerlandosentris merupakan kekayaan intelektual dalam sejarah yang menjadi salah satu bagian dari historiografi kolonial di Indonesia. Historiografi kolonial yang meliputi penulisan sejarah pada jaman penjajahan Belanda, Inggris dan Jepang memberikan sumbangan yang sangat besar untuk kekayaan sejarah Indonesia. Hasil karya dari gaya penulisan tersebut menjadi sebuah tesis dalam dinamika perkembangan penulisan sejarah di Indonesia dan merupakan cambuk terhadap intelektual-intelektual Indonesia pada zamannya bahkan sampai sekarang untuk menghasilkan sebuah karya yang bisa menempatkan posisi orang Indonesia secara wajar yang menjadi anti tesis dari historiografi kolonial.
Historiografi neerlandosentris merupakan penulisan sejarah di Indonesia dengan menggunakan sudut pandang Belanda. Penulisan ini melihat peristiwa-peristiwa yang terjadi didasarkan pada hasil tulisan para ahli Belanda dengan penggunaan sumber Belanda. Orientasi dari historiografi ini adalah orang Belanda sebagai penggerak sejarah di Indonesia.
Karakteristik historiografi neerlandosentris, diantaranya:
· Peristiwa-peristiwa penting bagi Belanda atau aktifitas bangsa Belanda di Indonesia
·   Kejadian masa lalu ditafsirkan atau dijelaskan menurut sudut pandang Belanda
·   Sejarah konvensional, analisis menggunakan salah satu faktor
· Bercorak deskriptif-naratf hanya mengungkap apa, siapa, dimana, dan bagaimana tanpa mengungkap mengapa
·  Sumber yang digunakan adalah sumber Belanda, diantaranya buku-buku harian kapal, arsip-arsip pemerintahan, karya-karya perorangan dan laporan pemerintah kolonial dan mengabaikan sumber lokal

Historiografi Indonesiasentris
Historiografi Indonesiasentris adalah penulisan sejarah dengan menggunakan sudut pandang orang Indonesia. Penulisan sejarah ini menempatkan orang Indonesia sebagai penggerak sejarah. Namun penggunaan sumbernya tetap sumber Belanda dengan ditunjang oleh sumber lokal seperti babad, wawacan, hikayat dan lainnya.
Karakteristik historiografi Indonesiasentris, diantaranya:
·   Peristiwa-peristiwa penting bagi Indonesia
·   Kejadian masa lalu ditafsirkan atau dijelaskan menurut sudut pandang Indonesia
·   Sejarah kritis analitis mengungkap apa, siapa, dimana, bagaimana dan mengapa
·  Sumber yang digunakan adalah kombinasi antara sumber Belanda dengan sumber lokal

Nasionalisme atau …
Secara keilmuan wajar-wajar saja ketika suatu peristiwa dipandang dari sudut yang beragam sejauh tujuan yang akan dicapai adalah kebenaran dari peristiwa tersebut. Sudut pandang Belanda maupun sudut pandang Indonesia seharusnya tidak dipandang sebagian sekat yang timbul dari kebencian terhadap sejarah karena Belanda telah menjajah kita. Sentimen tersebut yang menimbulkan pembagian sejarah kedalam kotak-kotak cenderung mempersempit dan memperalmbat laju perkembangan sejarah di Indonesia. Sejarawan dituntut totalitas dan profesionalismenya dalam merekontruksi peristiwa masa lalu dan menanggalkan atribut yang bisa mencedrai hasil karyanya. Meskipun pada kenyataannya sulit untuk bisa mencapai tingkat objektifitas dalam penulisan sejarah dan hanya mampu sampai pada tahap objektif dalam metodologi saja.
Pada kenyataannya kehadiran historiografi Indonesiasentris malah menjadi antitesis dari historiografi Neerlandosentris dan menyajikan tulisan sejarah yang berbanding terbalik dan seolah-olah menjadi pembelaan atas sejarah yang dibuat oleh penjajah Belanda. Bangunan historiografi Indonesiasentris merupakan bangunan lain yang merupakan tandingan dari sejarah kolonialis dan seolah-olah tidak dapat dipersatukan yang disebabkan sentimen yang timbul dari kenyataan sejarah. Seharusnya dalam penulisan sejarah tidak perlu menggunakan sudut pandang Indonesiasentris ataupun neerlandosentris. Mengingat penulisan sejarah dimaksudkan untuk berusaha mencari kebenaran masa lalu. Meskipun kebenaran dalam sejarah itu tidak lah mutlak dan hanya bisa diukur dengan keobjektifan dalam metodologi saja, dikarenakan penulisan sejarah hanya berdasarkan jejak-jejak peristiwa masa lalu. Jika sejarah menggunakan salah satu pendekatan tersebut, konten dari sejarah akan tidak seimbang dan menjatuhkan salah satu pihak. Dengan begitu objektifitas dalam sejarah sebagai salah satu faktor yang penting dari penulisan sejarah tidak akan mungkin tercapai. Meskipun sebenarnya tidak menjadi masalah ketika sejarawan menggunakan sudut pandang mana saja yang menurutnya sesuai.
Penulisan sejarah juga tidak bisa dilepaskan dari kebutuhan-kebutuhan politis yang diinginkan oleh pemimpin. Kepentingan-kepentingan tersebut bisa dilihat secara eksplisit maupun implisit jika kita membandingkan karya sejarah tiap periode pemerintahan. Begitupun sejarah sebagai hasil dari rekonstruksi masa lalu diharapkan tidak hanya menyajikan uraian sebuah peristiwa namun dapat menghasilkan efek yang positif bagi bangsa dan Negara, salah satunya adalah nasionalisme, maka timbulah istilah sejarah sebagai salah satu pembentukan nasionalisme. Tidak ada yang salah dari hal tersebut karena nasionalisme adalah sesuatu yang berharga dan harus dimiliki oleh setiap rakyat dalam suatu bangsa. Penggunaan sejarah sangat efektif dalam proses penumbuhan rasa nasionalisme mengingat sejarah bisa menghadirkan romantisme peristiwa masa lalu, kebesaran dan kejayaan kerajaan-kerajaan di Negara kita dan kisah heroik perjuangan melawan penjajah. Rasa bangga akan kebesaran nenek moyang kita akan menimbulkan perasaan rasa percaya diri pada setiap rakyat dan tidak merasa bahwa kita tidak lebih baik dari Negara lain.
Dekolonisasi historiografi menuju historiografi yang Indonesiasentris mungkin dibutuhkan tergantung pada tingkat mana hisotoriografi tersebut diperuntukan. Disatu sisi diperlukan sebagai alat untuk membangun nasionalisme, namun disisi lain kurang sesuai dengan tujuan dari penulisan sejarah yaitu berusaha mencapai kebenaran.

Saturday, April 9, 2011

Sekilas Pengaruh Islam Terhadap Budaya Sunda


Oleh Cecep Lukmanul Hakim
Sebagaimana kita ketahui agama-agama yang berkembang di Indonesia sekarang adalah agama impor. Seluruh agama yang kita anut sekarang seperti Hindu, Budha, Islam dan Kristen berasal dari luar Indonesia. Agama-agama tersebut masuk ke Indonesia dikarenakan adanya interaksi antara Indonesia dengan Negara tempat kelahiran agama tersebut. Interaksi itu bisa berupa penaklukan wilayah, perdagangan atau dakwah yang dilakukan oleh pemuka-pemuka agama.
Masuknya Islam ke Indonesia sebagai sebuah agama yang memiliki sistem serta nilai untuk mengatur penganutnya dalam hidup. Sistem dan nilai dalam Islam pada awalnya mengalami benturan dengan kebudayaan masyarakat dimana Islam itu berkembang. Pada proses ini terjadi negosiasi antara Islam sebagai agama dengan kearifan lokal yang dianut oleh masyarakat. Pada kelanjutannya, proses negosiasi ini kemudian melahirkan sebuah agama Islam yang mengakomodir kearifan lokal masyarakat dan sebaliknya Islam diterima oleh masyarakat sebagai agama dan kepercayaan baru. Proses tersebut terjadi dengan begitu “mesra” meskipun terkadang terjadi suatu bentrok antara keduanya. Islam sebagai agama toleran hanya mengakomodir kearifan lokal yang dianggap tidak keluar dari koridor keislaman yang sudah digariskan dengan adanya syariat.
Fenomena seperti ini menjadi hal yang wajar dan terjadi setiap daerah dimana Islam masuk. Di daerah Jawa Barat yang yang menjadi daerah suku Sunda, proses ini berlangsung dengan bantuan salah seorang wali songo yaitu Sunan Gunung Djati atau Syarif Hidayatullah (Cirebon) dan keberadaan kerajaan Banten. Terjadinya proses transformasi antara kebudayaan leluhur Sunda dengan agama “baru” (Islam) menghasilkan suatu agama yang lebih toleran dan penganutnya tidak harus meninggalkan kebudayaan leluhurnya. Yang terjadi adalah proses perbaikan sistem sosial masyarakat Sunda dengan adanya nilai-nilai yang diberikan oleh agama Islam. Lebih tegas dikatakan Geertz (1992:13), “bahwa wahyu membentuk suatu struktur psikologis dalam benak manusia yang membentuk pandangan hidupnya, yang menjadi sarana individu atau kelompok individu yang mengarahkan tingkah laku mereka”. Masyarakat Sunda atau masyarakat manapun yang pada awalnya memiliki dan memeluk agama lokal tidak menerima secara utuh terhadap agama yang baru, namun mereka berusaha melengkapi agama lokal mereka dengan agama baru tersebut proses inilah yang disebut akulturasi. Agama baru tersebut (dalam hal ini Islam) dijadikan penyempurna bagi agama lokal mereka.
Hal ini menyebabkan batasan antara kebudayaan Sunda dengan Islam menjadi kabur dan tidak disadari oleh masyarakat Sunda itu sendiri. Sebagai contoh seperti yang ditulis oleh Koentjaraningrat dalam bukunya Manusia dan Kebudayaan di Indonesia (2004: 323): Mengenai upacara slamatan itu terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan. Pertama aspek waktu. Bilamanakah slamatan itu diadakan. Di Priangan biasanya diadakan pada Kamis sore, malam Jum’at. Kemudian mengenai orang-orang yang diundang adalah segi lain. Di desa-desa biasanya pada upacara slamatan yang diundang adalah kaum tetangga…. Pada umunya pakaian yang dikenakan adalah sarung dengan menggunakan kopiah. Slamatan hanya dapat berlangsung kalau ada orang yang menyampaikan doa. Dari kutipan diatas terlihat jelas adanya akulturasi antara budaya slamatan orang Sunda dengan nilai-nilai agama Islam. Pemilihan hari, pakaian dan pembacaan doa adalah bentuk dari transformasi antara Islam dengan kebudayaan Sunda.
Selain itu transformasi yang dilakukan oleh Islam dengan budaya Sunda menghasilkan kebudayaan immaterial tetapi juga menghasilkan kebudayaan material. Geertz menambahkan (1992: 13) “tetapi juga wahyu bukan saja menghasilkan budaya immaterial, tetapi juga dalam bentuk seni suara, ukiran, bangunan”. Pewayangan yang dahulu dipentaskan dengan ceritera Ramayana dan Mahabrata sebagai kebudayaan Hindu berubah dengan masuknya ceritera-ceritera Islam di dalamnya. Selain itu bangunan mesjid mengalami proses yang sama sehingga melahirkan gaya arsitektur mesjid Agung Banten. Konentjaraningrat juga menambahkan (2004: 309) “ceritera wawacan dalam bahasa Sunda banya diambil dari ceritera-ceritera Islam”. Itu semua menunjukan keberhasilan Islam dalam proses akomodasi terhadap kebudayaan-kebudayaan lokal sehingga Islam mudah diterima keberadaannya oleh masyarakat Sunda. Islam berubah wajahnya dengan tidak menghilangkan esensinya yaitu syariat. Pengadaptasian tradisi lokal juga mengalami tahapan-tahapan supaya sesuai dengan koridor keislaman.

Sumber Rujukan
Geertz, Clifford. (1992). Kebudayaan dan Agama. Kanisius. Yogyakarta
Koentjaraningrat. (2004). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Djambatan. Jakarta

Friday, April 8, 2011

Oleh Cecep Lukmanul Hakim

Teruntuk K.H Moh Syihabuddin Muhsin (Rohimahullah) tercinta...

Bapa...
Lahir sebagai manusia
Hidup menjadi manusia
Wafat tetap manusia


Sukahideng...

Tuesday, April 5, 2011

Nyantri sambil sekolah ? why not ? *

 Oleh Cecep Lukmanul Hakim


            Di masa ini banyak para orang tua yang khawatir dengan pergaulan anak muda sekarang yang lebih berprilaku hedonis akan mempengaruhi kehidupan anak mereka, baik pergaulannya ataupun cara hidupnya. Para orang tua khawatir anaknya terjerumus kepada hal-hal yang dilarang agama dan norma ketimuran. Kita lihat anak-anak muda sekarang yang notabenenya berstatus anak sekolah, prilaku mereka sangat jauh dari konsep seorang pelajar. Prilaku mereka bertolak belakang dengan apa yang guru mereka ajarkan di kelas. Mereka justru melakukan apa yang tidak dianjurkan atau malah melakukan apa yang dilarang oleh guru mereka. Sekolah dan belajar mereka jadikan suatu kewajiban yang harus mereka jalani setiap hari, mereka jadikan sekolah dan belajar itu adalah sebuah beban dan tuntutan yang diharuskan kepada mereka. Yang seharusnya mereka menganggap sekolah itu sebagai hak dan kebutuhan mereka sebagai seorang manusia yang berbudaya.
            Jalan keluar terbaik yang dipilih oleh para orang tua sekarang adalah memasukan anak mereka ke pondok-pondok pesantren baik yang masih “tradisional” ataupun yang sudah “modern”. Mereka tidak ingin anaknya berprilaku seperti kebanyakan anak muda sekarang yang berprilaku hedonis. Para orang tua menginginkan anaknya memiliki budi pekerti yang baik, lebih baik dari orang tuanya sendiri. Mereka menginginkan anaknya memiliki bekal ilmu agama yang cukup, karena dengan itulah hidup kita akan lebih bermakna dan selamat di dunia dan akhirat.
            Kita bisa lihat daerah Tasikmalaya yang disana terdapat banayak pesantren, santrinya didominasi oleh orang-orang kota seperti Bandung, Bekasi, Jakarta, Tangerang dan lain-lain. Itu adalah satu bukti bahwa orang tua tidak menginginkan anaknya rusak moralnya. Mereka biasanya memasukan anaknya pada umur 13 tahun atau ketika masuk SMP\MTs (Madrasah Tsanawiyah). Atau ketika mereka masuk ke SMU\MA (Madrasah Aliyah). Biasanya pesantren juga letaknya berdekatan dengan sekolah sehingga memudahkan para santrinya untuk belajar di sekolah. Kebanyakan sekarang pesantren sudah menyediakan fasilitas-fasilitas yang vital bagi para santrinya tanpa meninggalkan sifat kesederhanaan yang merupakan ciri dari seorang ‘alim (orang berilmu). Seperti sekolah, perpustakaan, sarana olaharaga, kopontren (koprasi pesantren) yang menyediakan kebutuhan sehari-hari, jasa pengiriman uang, poskestren (pos kesehatan pesantren) dan yang lain-lain.
            Tetapi sebelum lebih jauh, kita harus merubah paradigma di masyarakat tentang kalimat “sekolah sambil mesantren”, menurut saya paradigma itu perlu ditinjau kembali. Menurut saya kalimat itu harus dibalik menjadi “mesantren sambil sekolah”, karena kebanyakan waktu yang dihabiskan adalah di pesantren, dimulai dari bangun tidur, solat, mandi, mengaji dan seterusnya semua dilakukan di pesantren, kecuali kegiatan sekolah yang hanya berdurasi 6 jam saja. Terlebih pesantren yang mempunayi peran yang dominan terhadap prilaku sosial santri dibandingkan dengan sekolah. Dipengajian diajarkan akhlak-akhlak yang baik terhadap orang tua, guru, sesama, sampai yang lebih kecil dari kita. Selain itu diajarkan bagaimana mendapatkan ilmu dari Al-Qur’an dan kitab yang lainnya dengan cara mengkajinya dengan ilmu yang diajarkan.
            Peran sekolahpun tidak bisa dianggap kecil, peran sekolah sangat penting sebagai penyeimbang pesantren. Maksudnya, kalau dipesantren dipelajari ilmu agama, sekolah mengajari ilmu pengetehuan yang tidak kalah penting. Karena akan lebih baik orang yang mengerti agama ditambah mengerti ilmu pengetahuan. Orang seperti itu biasanya disebut cendekiawan. Ilmu pengetahuan juga sangat penting untuk dipelajari mengingat kemajuan iptek sekarang yang semakain pesat, apabila agama melarang untuk mempelajari ilmu pengetahuan maka sedikit demi sedikit agama itu akan hancur karena Rosulullah s.a.w pun meganjurkan untuk mempelajari ilmu pengetahuan. Juga di sekolah diajarkan bagaimana cara kita berorganisasi, sebagai prototype kehidupan di masayarakat. Hal itu sangat berguna sebagai ukuran atau pengalaman kita sebelum kita terjun ke dunia masyarakat yang sebenarnya.
            Jadi alangkah baiknya jika anak-anak sekarang menjadi SDM yang berkualitas dimasa depan dengan bekal ilmu agama dan pengetahuan yang cukup yang kelak akan menjadi pemimpin negara kita ini. Dengan cara selain bersekolah secara formal ditunjang dengan ilmu agama yang cukup. 

*Paper untuk mata kuliah Landasan Pendidikan tahun 2007
                                                                                                         
                        

Yarusalem Dalam Teologi Samawi

Oleh Cecep Lukmanul Hakim
            Yarusalem adalah sebuah kota yang sangat eksotis dan dipenuhi oleh berbagai kisah tentang kejayaan maupun rintihan tangisan kepedihan. Yarusalem, saksi dimana sebuah peradaban timbul, berkembang hingga hancur ketika bangsa lain menyerangnya dan peristiwa itu terus berulang kali sampai saat ini. Tembok-temboknya yang besar dan kokoh menjadi saksi dimana suatu peradaban mengalami masa keemasan sekaligus menjadi saksi ketika darah dialirkan.
            Yarusalem adalah kota yang penuh dengan berkah dan rahmat Tuhan, karenanya Tuhan menganugrahkan kepada Yarusalem diantara pembawa kebenaran Tuhan. Tuhan menganugrahkan keindahan yang sangat bernilai bagi sebuah kota yang berbukit dan tandus. Kota dimana tiga agama, Yahudi, Kristen, Islam menganggap suci dengan keterkaitan religi maupun historis masing-masing. Kota suci bagi ketiga agama samawi yang harusnya menjadi kota yang damai dan aman karena kekhusyuan ibadah penduduknya dan doa-doa yang dipanjatkan oleh setiap peziarah dari seluruh dunia dan mereka mendoakan atas kedamaian dan keamanan kota suci tersebut. Dalam teologi Islam, nama adalah suatu doa bagi yang diberi nama. Nama Yarusalem diambil dari bahasa Ibrani seperti yang dijelaskan oleh Ninok Leksono dalam bukunya Kuncahyono (2008) menjelaskan “Disebutkan, bahwa nama Ibrani dari Jerusalem yakni Yerushalayim, berarti “warisan perdamaian” (dari yerusha yang berarti “warisan”, dan shalom yang berarti “damai”. Mudah - mudahan hal tersebut bisa terwujud di tanah suci Yarusalem yang selalu dijadikan rebutan dan klaim kekuasaan yang mengatasnamakan agama.
Yahudi
            Yahudi adalah salah satu suku dari Bani Israil keturunan dari Ya’qub putra Ishaq putra Ibrahim yang tinggal di daerah Syam dekat Palestina.
Janganlah sebal hatimu karena hal anak dan budakmu itu. Dalam segala hal yang dikatakan Sarah kepadamu, haruslah engkau mendengarkannya, sebab yang akan disebut keturunanmu ialah yang berasal dari Ishak. Tetapi keturunan dari hamabmu itu juga akan kubuat menjadi suatu bangsa, karena ia pun anakmu. (Kejadian 21:12-13)
Dan Kami seIamatkan Ibrahim dan Luth ke sebuah negeri yang Kami telah memberkahinya untuk sekalian manusia[964].(Q.S 21:71)
Hal tersebut memperkuat  pendapat Amstrong (2007:30) ‘Nyaris sabda pertama Tuhan ketika Ia menampakan diri-Nya kepada Ibrahim adalah: “Aku akan memberikan negeri ini kepada keturunanmu’ (Kejadian 12:7).
Bani Israil hidup di daerah Syam dan Palestina sebelum mereka melakukan perpindahan ke Mesir pada masa Yusuf dikarenakan bencana kelaparan. Dalam kisah Islam, putra Ya’qub yang berjumlah 12 termasuk Yusuf melakukan hijrah ke Mesir pada waktu Yusuf diangkat menjadi menteri perekonomian di kerajaan tersebut. Tetapi sepeninggal Yusuf, keturunan dari ke 12 putra Ya’qub tersebut kalah dalam persaingan hidup dengan orang Qibti Mesir. Keturunan Ya’qub yang disebut Bani Israil tersebut mengalami banyak penderitaan akibat pemerintahan Firaun yang tidak adil dikarenakan mereka bukan orang asli Mesir.
Setelah penderitaan itu berlangsung lama, maka Tuhan mengutus Musa untuk melepaskan belenggu penderitaan Bani Israil di Mesir. Musa adalah keturunan dari Bani Israil yang tinggal di Mesir dan diurus oleh oleh Asiyah istri dari Firaun (Ramses II) raja mesir masa itu. Hal itu disebabkan karena pada waktu itu Firaun menetapkan peraturan bahwa anak laki-laki yang dilahirkan dari bani Israil harus dibunuh karena Firaun bermimpi bahwa kerajaannya akan dihancurkan oleh seorang laki-laki keturunan Bani Israil. Karena ketetapan seperti itu, maka ibu Musa menghanyutkan Musa sewaktu bayi ke sungai Nil dan ditemukan oleh Asiyah istri Firaun. Musa dilahirkan sebagai messiah untuk membebaskan Bani Israil dari peindasan Firaun.
Kemudian Kami utus Musa sesudah rasul-rasul itu dengan membawa ayat-ayat Kami kepada Fir'aun[553] dan pemuka-pemuka kaumnya, lalu mereka mengingkari ayat-ayat itu. Maka perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang membuat kerusakan.(Q.S 7:103)
Dan (ingatlah), ketika Kami belah laut untukmu, lalu Kami selamatkan kamu dan Kami tenggelamkan (Fir'aun) dan pengikut-pengikutnya sedang kamu sendiri menyaksikan[47]. (Q.S 2:50)
                Hitti (2008:50) juga berpendapat bahwa “Dalam perjalanannya dari Mesir menuju Palestina sekitar 1225 SM, suku-suku Ibrani (Rachel) menetap untuk sementara di Sinai dan Nufud selama kurang lebih 40 tahun”.
Hai Bani Israil, sesungguhnya Kami telah menyelamatkan kamu sekalian dari musuhmu, dan Kami telah mengadakan perjanjian dengan kamu sekalian (untuk munajat) di sebelah kanan[934] gunung itu[935] dan Kami telah menurunkan kepada kamu sekalian manna dan salwa[936]. (Q.S 20:80)
Setelah mereka berhasil melepaskan diri dari orang-orang Qibti Mesir dengan rajanya Firaun, mereka melakukan perjalanan melalui Sinai. Kemudian Tuhan memeberikan kepada mereka tanah Palestina untuk mereka tinggali dan untuk beribadah kepada Tuhan.
Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu[409], dan janganlah kamu lari kebelakang (karena takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi.(Q.S 5:21)
Setelah wafatnya Musa, Bani Israil memiliki banyak pemimpin yang besar dan cakap sekaligus sebagai utusan tuhan kepada Bani Israil. Hitti (2008:50) menjelaskan “Wilayah kekuasaan kerajaan Ibrani pada masa kejayaannya mencakup Semenanjung Sinai. Selain itu Sulaiman juga memiliki armada laut di Teluk Aqabah”. 
            Yarusalem juga adalah tempat dimana kuil Solomon (Sulaiman) berada dan diyakini terletak dibawah komplek Masjidil Aqsa. Salah satu puing bangunan yang masih ada sampai saat ini adalah Tembok Ratapan yang dipakai beribadah oleh Yahudi. Diyakini juga tabut perjanjian yang berisi sepuluh perintah Tuhan berada di kuil tersebut.
Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dari gedung-gedung yang tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih. (Q.S 34:13)
Dengan bukti-bukti diatas, jelaslah bahwa tanah Yarusalem memiliki ikatan yang sangat kuat dengan Bani Israil, Yahudi. Keterkaitan agama dan historis yang sangat lama dan mendalam bagi Bani Israil, Yahudi terhadap kota tersebut menimbulkan klaim kepemilikan terhadap Yarusalem. Dan kita bisa membandingkan klaim mereka terhadap tanah yang dijanjikan dengan argumen berdasar Al-Qur’an dan kitab Kejadian.
(bersambung)

Islam
Islam adalah ajaran agama yang dibawa oleh Muhammad yang lahir di kota Makkah di dearah Hejaz. Ajaran Islam sama juga halnya dengan Yahudi mensucikan kota Yarusalem karena alasan-alasan tertentu. Dalam ajaran Islam, diterangkan bahwa telah datang utusan-utusan Tuhan yang mengajarkan kepada kebenaran sebelum Muhammad. Islam mengakui kenabian Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya’qub, Daud, Sulaiman, Isa dan nabi lainnya. Menurut Hitti (2008:141) “Seruan dan risalah yang disampaikan oleh Muhammad, putra Arab ini adalah seruan kenabian seperti yang sisampaikan oleh nabi-nabi Ibrani lainnya yang disebutkan dalam Perjanjian Lama”.
Katakanlah (hai orang-orang mukmin): "Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya." (Q.S 2:136)
Islam mensucikan kota Yarusalem sebab kota Yarusalem adalah salah satu tempat yang disinggahi ketika Muhammad melakukan Isra’ Mi’raj yaitu Masjidil Aqsa.
Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya[847] agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.(Q.S 17:1)
Selain itu, Islam mensucikan Yarusalem karena Masjidil Aqsa yang terletak disana pernah dijadikan kiblat umat Islam sebelum dipindahkan oleh Allah ke Masjidil Haram di kota Makkah.
Orang-orang yang kurang akalnya[93] diantara manusia akan berkata: "Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?" Katakanlah: "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus"[94].
(bersambung)

Kristen
Yarusalem adalah tempat dimana Yesus disalib yang membawa risalah bagi Bani Israil di tanah Palestina. Amstrong dalam bukunya (2207:53) menjelaskan “Bertahun-tahun sebelum kejatuhan Yarusalem, disekitar tahun 27 M, Yesus telah menampilkan dirinya kepada kaum Yahudi Palestina sebagai Mesiah”. Yesus diharapkan oleh bangsa Yahudi supaya bisa membawa mereka kembali kepada masa kejayaan dulu karena pada masa itu Yahudi sedang dalam keadaan tertindas oleh pendudukan Romawi. Amstrong (2007:51) menjelaskan secara mengagumkan, “Kaum Yahudi mampu menahan tentara Romawi di pelabuhan dan mempertahankan diri, hingga tiba bencana besar tahun 70 M, ketika Romawi akhirnya menaklukan Yarusalem dan membakar Kuil”.
Isa tidak lain hanya seorang hamba yang Kami berikan kepadanya nikmat (kenabian) dan Kami jadikan dia sebagai tanda bukti (kekuasaan Allah) untuk Bani lsrail[1363]
Penderitaan Yesus bermula dari penangkapan dirinya yang dilakukan oleh Gubernur Yarusalem pada masa itu, yaitu Pontius Pilatus dengan alasan yang tidak jelas serta desakan orang Yahudi. Pontius Pilatus lebih mengutamakan karir politiknya daripada melakukan tindakan yang benar. Dalam bukunya, Kuncahyono (2008:10) menjelaskan
“Betapa lemahnya kekuatan hati seorang Pilatus sehingga dia harus menangkap Yesus tanpa alasan dengan desakan orang Yahudi, “ Pontius Polatus adalah salah satu contoh pemimpin yang tidak mempunyai pendirian, pemimpin yang berhati lemah, pemimpin yang lebih mengutamakan kekuasaan daripada keadilan, pemimpin yang hanya memikirkan keselamatan dirinya, pemimpin yang tidak bertanggung jawab”.
Setelah penangkapan tersebut, Pontius Pilatus menghukum Yesus dengan cara disalib di atas sebuah bukit yang diberi nama bukit Golgota atau bukit Mori’ah. Dalam perjalanan ketempat penyaliban, Yesus berjalan dengan memikul salib yang digunakan untuk menyalibnya dijalan yang sempit berukuran lebar dua atau tiga meter yang diberi nama Via Dolorosa. Peristiwa ini disaksikan oleh seluruh warga Yarusalem dengan melontarkan cacian terhadap Yesus. Perjalanan berakhir di sebuah bukit yang sekarang berdiri sebuah gereja yang dibuat atas permintaan Helena, ibu dari Kaisar Konstantinus Agung pada tahun 325 M yang bernama Gereja Makam Kristus. Diyakini, bahwa ditempat itulah Yesus sang messiah di salib sambil memohon pengampunan Allah terhadap kaumnya.

Sumber
Amstrong, Karen. (2007). Perang Suci: Dari Perang Salib Hingga Perang Teluk. Jakarta: Serambi.
Hitti, Philip K. (2008). History Of The Arabs. Jakarta: Serambi
Kuncahyono, Trias. (2008). Jerusalem: Kesucian, konflik dan Pengadilan Akhir. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.


Ringkasan Materi Sejarah Kelas XI IPS Semester 2

Ringkasan Materi Sejarah
Kelas XI IPS
Semester 2
Standar Kompetensi   : Menganalisis Perkembangan Bangsa Indonesia sejak Masuknya Pengaruh Barat sampai dengan Pendudukan Jepang.
Kompetensi Dasar      : Menganalisis Hubungan Antara Perkembangan Faham-Faham Baru dan Transformasi Sosial dengan Kesadaran dan Pergerakan Kebangsaan.
Materi Pokok              : Muncul dan Berkembangnya Pergerakan Nasional Indonesia.

Karakteristik Perlawanan Terhadap Belanda pada Awal Abad ke 20 (Pergerakan Nasional) :
Perlawanan bersifat nasional
Tujuan perlawanan untuk mencapai kemerdekaan nasional
Alat perjuangan berupa organisasi/partai
Perlawanan memiliki 2 cara, kooperatif dan nonkooperatif. Kooperatif berarti ikut bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda dalam usaha mencapai kemerdekaan. Nonkooperatif berarti tidak bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda dalam usaha untuk mencapai kemerdekaan
Perjuangan dipimpin oleh kaum intelektual

Asal-usul nama bagi kepulauan Indonesia:
Hindia
Berasal dari bahasa Yunani (Herodotus) untuk menyebutkan kata Indus. Dipopulerkan oleh seorang pelaut Portugis yang pernah datang ke Indonesia yaitu Vasco De Gamma
Nederlandsch Oost Indie
Nama ini berasal dari bahasa Belanda. Nama ini adalah sebutan orang Belanda terhadap jajahannya di kepulauan Indonesia yang nanti berubah namanya menjadi Nederlandsch Indie. Nama ini memiliki arti bahwa Indie (Indonesia) adalah negeri bawahan (jajahan) Belanda (Nederland)
Insulinde
Nama ini diambil dari dua kata dalam bahasa Belanda, Insula/Insulair yang berarti pulau dan Indie yang berarti Hindia. Nama ini ditemukan dalam karangan Edward Dowes Dekker (Multatuli) yaitu Max Havelaar. Dipopulerkan juga oleh Profesor Veth.
Nusantara
Nama ini ditemukan dalam perpustakaan India kuno, untuk menyebutkan kepulauan Indonesia. Nama ini diambil dari dua kata, Nusa yang berarti pulau dan antara yang berarti diantara. Jadi nama ini memiliki arti kepulauan yang terletak diantara, baik diantara benua (Asia dan Australia) maupun diantara samudera (samudera Hindia dan samudera Pasifik)
Indonesia
Nama ini diciptakan oleh Prof. Adolf Bastian pada tahun 1884. Ia adalah seorang guru besar pada universitas di Berlin dalam ilmu bahasa. Ia mengarang buku yang terdiri dari lima jilid yang berjudul Indonesien Oder die Inseln des Malaischen Archipelago. Kata Indonesia ini berasal dari dua suku kata yaitu Indo dan nesie (Nesos dalam bahasa Yunani) yang berarti Kepulauan Hindia. Kata Nesos juga hampir berdekatan dengan kata nusa dalam bahasa kita yang berarti kepulauan
Hindia Timur
Nama ini dipakai oleh salah satu organisasi pada masa pergerakan nasional yaitu Muhammadiyah pimpinan K.H. Ahmad Dahlan. Nama ini sangat populer di kalangan Muhammadiyah dan menjadi nama resmi dalam organisasi ketika menyebutkan kepulauan Indonesia.

Organisasi Pergerakan Nasional

Budi Utomo
Organisasi ini lahir di Batavia pada tanggal 20 Mei 1908 (Hari Kebangkitan Nasional) atas prakarsa dari mahasiswa-mahasiswa S.T.O.V.I.A (School Tot Opleiding van Indische Arsten). Organisasi inimuncul karena dilatarbelakangi oleh inisiatif Dr. Wahidin Sudirohusodo yang bangkit untuk memberikan pengajaran kepada orang Jawa dengan menghimpun dana dari tiap daerah di Jawa (study found).
Tokoh-tokoh:
·         Dr Wahidin Sudirohusodo
·         dr Sutomo
·         Tjipto Mangunkusumo
Organisasi ini bersifat kedaerahan (etnosentris) hanya ditujukan untuk mahasiswa Jawa ataupun kalangan priyayi Jawa sehingga kurang mendapatkan tempat di hati orang Indonesia pada waktu itu. Pergerakan organisasi ini koopertif, melakukan kerjasama dengan pihak pemerintah kolonial Belanda.
Sarekat Dagang Islam
Organisasi ini dibentuk di kota Solo oleh pedagang batik yaitu Haji Samanhudi pada tahun 1911. Organisasi ini bersifat nationalistis-democratis-religieus-economis. Latar belakang muncul dan berkembangnya SDI ini adalah:
·         Perdagangan bangsa Tionghoa adalah suatu halangan buat perdagangan Indonesia karena monopoli bahan batik, ditambah pula dengan tingkah laku sombong dari bangsa Tionghoa sesudah revolusi di Tiongkok
·         Kemajuan gerak langkah penyebaran agama Kristen dan juga ucapan-ucapan yang menghina dalam parlemen Negeri belanda tentang tipisnya kepercayaan agama bangsa Indonesia
·         Cara adat lama yang terus dipakai di daerah kerajaan-kerajaan Jawa, makin lama makin dirasakan sebagai penghinaan terhadap umat Islam
Nama SDI dirubah menjadi Sarekat Islam (SI) dengan tujuan untuk memperluas daerah pergerakan supaya tidak terbatas pada golongan pedagang saja. Anggaran Dasar SI menyebutkan tujuan dari Sarekat Islam :
“Mencapai kemajuan rakyat yang nyata dengan jalan persaudaraan, persatuan dan tolong menolong diantara kaum Muslimin semuanya. “
“memajukan semangat dagang bangsa Indonesia, memajukan kecerdasan rakyat dan hidup menurut perintah agama, menghilangkan faham-faham keliru tentang agama Islam.”
Sifat pergerakan dari SI ini adalah kooperatif dan tidak bereaksi melawan pemerintah Belanda. Walaupun begitu, dengan agama Islam sebagai lambang persatuan. (Kongres Sarekat Islam I 26 Januari 1913 di Surabaya).
SI adalah organisasi kerakyatan dan hanya diperuntukan bagi rakyat biasa, pegawai pemerintah Belanda tidak diperbolehkan menjadi anggota. Anggota haruslah rakyat biasa yang beragama Islam dan orang pribumi (Kongres Sarekat Islam II di Solo).
Dalam tahun 1915 di Surabaya didirikan Central Sarekat Islam (C.S.I) dengan tujuan untuk memajukan dan membantu S.I daerah, mengadakan dan memelihara perhubungan dan pekerjaan berasama.  
Kongres Nasional S.I ke 3 di Surabaya (29 September-6 Oktober 1918) telah merubah haluan pergerakan menjadi cenderung kiri yang membela kaum buruh dan menentang kapitalisme. Dalam kongres ini diputuskan bahwa S.I menentang pemerintah sepanjang tindakannya melindungi kapitalisme; pegawai negeri Indonesia dikatakan adalah alat, penyokong kepentingan kapitalis. Selain itu S.I juga menuntut mengadakan peraturan-peraturan sosial guna kaum buruh, untuk mencegah penindasan dan perbuatan kesewenang-wenangan (upah minimum, maksimum waktu kerja dl). Ini ditimbulkan karena adanya infiltrasi orang-orang berfaham sosialis seperti Alimin, Semaun, Darsono, Tan Malaka dan lainnya yang berasal dari Indische Social Democratische Vereeniging (I.S.D.V) yang nantinya berubah menjadi Partai Komunis Indonesia (P.K.I) yang masuk menjadi anggota S.I. Dengan sifat pergerakan yang berubah, maka S.I sangat terbuka kepada orang-orang yang berfaham kiri untuk menjadi anggota bahkan menjadi pengurusnya. Sehingga timbul reaksi dari anggota S.I lain untuk membersihkan S.I dari unsur-unsur sosialis komunis lewat Kongres Nasional S.I ke 6 di Surabaya (10 Oktober 1921) dipimpin oleh Tjokroaminoto untuk membentuk disiplin partai dengan menyamakan dasar perjuangan. Oleh karena itu maka orang tidak mungkin lagi menjadi anggota S.I sekaligus mejadi anggota P.K.I.

Indische Partij
Organisasi ini didirikan di Bandung atas prakarsa tiga tokoh populer yang biasa disebut tiga serangkai yaitu Douwes Dekker (Setyabudi Danudirjo), dr. Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Sifat dari organisasi ini radikal dan progresif dengan menyatakan sebagai partai politik.
Keanggotaan Indische Partij adalah terbuka untuk semua golongan baik orang Eropa dan keturunannya yang tinggal di Hindia Belanda (Indo), orang Belanda keturunannya (Indo), orang Tionghoa dan keturunannya dan orang pribumi.
Tujuan : Indie Merdeka
Dasar : National Indie
Semboyan : Indie untuk Indier
Bendera : warna dasar hitam (menunjukan warna kulit orang Indonesia), satu pojoknya diberi garis-garis hijau (yang berarti pengharapan baik dimasa mendatang), merah (yang berarti keberanian) dan biru (yang berarti kesetiaan)
Dikarenakan sifat dari pergerakan ini radikal, maka pemerintahan kolonial membuang (mengasingkan) ke tiga tokohnya dengan tuduhan akan mengadakan pemberontakan pada bulan Agustus 1913.
·         Douwes Dekker diasingkan ke Timor Kupang
·         Tjipto Mangunkusumo diasingkan ke Banda
·         Suwardi Suryaningrat diasingkan ke Bangka
Namun ketiganya meminta untuk diasingkan ke negeri Belanda, permintaan ini dikabulkan oleh pemerintah Belanda.

Sumber :
Djaja, Tamar. 1951. Rintisan Sejarah Indonesia. Bandung. Penjiaran Ilmu
Pringgodigdo, A.K. 1978. Sejarah Pergerakan Nasional Rakyat Indonesia. Jakarta. Dian Rakyat.

Satu

Aku berharap takdir akan berpihak padaku
Berjalan di orbit yang aku impikan
Dan Engkau....
Engkau adalah satelitku
Yang akan menemaniku kemanapun aku pergi
Selamanya...
karena bulan tak akan berpisah dengan bumi meskipun dia tertutup awan




Sukahideng, awal tahun 2007