Halaman

Saturday, July 23, 2011

NeoFeodalisme dalam Partai Politik Indonesia

Oleh Cecep Lukmanul Hakim


Demokrasi dengan segala perangkatnya adalah sebuah sistem yang mengatur ketatanegaraan, tata kehidupan masyarakat, dan hak-hak masyarakat dalam bernegara. Secara etimologis kata demokrasi diambil dari dua suku kata dalam bahasa Yunani, yaitu demos yang artinya rakyat dan kratos yang berarti kekuasaan dan bisa disimpulkan menjadi kekuasaan yang berada ditangan rakyat.
Dalam istilah kita demokrasi sebagai sebuah sistem tata negara sering diistilahkan menjadi kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dengan melihat kepada kalimat itu, demokrasi berarti juga sebagai kedaulatan rakyat dimana rakyat menjadi penggerak dalam demokrasi melalui sebuah perwakilan. Mekanisme demokrasi mengakomodir seluruh kemauan (baca aspirasi) rakyat sebagai objek sekaligus subjek dalam demokrasi melalui sistem perwakilan. Identitas demokrasi  tercantum dalam Pancasila dengan sila yang berbunyi kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
Rakyat sebagai subjek dari demokrasi bisa berperan aktif maupun pasif dalam demokrasi melalui cara-cara tertentu. Salah satu cara untuk menyalurkan aspirasi adalah dengan masuk ke gelanggang politik. Kududukan partai politik sangat penting karena berfungsi sebagai alat untuk menyuarakan suara rakyat atau minimal suara kostituennya. Klaim terhadap sistem yang modern dengan dalih pengorganisasian yang struktural dapat mengakomodir kemauan rakyat lewat partai politik.
Namun pada kenyataannya, partai politik sebagai sebuah kendaraan demokrasi yang utama malah terindikasi memiliki budaya yang kolot. Feodalisme dalam sebuah partai menjadi sangat lumrah apabila kita lihat dewasa ini. Jargon-jargon sebagai sistem modern yang disuarakan partai politik malah terbantahkan oleh situasi intern partainya sendiri. Feodalisme disadari atau tidak telah mengakar dalam sistem perpolitikan di Indonesia.
Organisasi yang begitu rapih dalam segi hierarkis tidak menjadikan organisasi itu modern dalam segi mental dan budaya. Seorang patron masih sangat dibutuhkan bahkan dipuja-puja sebagai icon maupun tokoh penyelamat atau pahlawan. Kedudukan patron menjadi sangat penting karena budaya feodalisme yang mengakar dalam masyarakat. Fakta yang dimaksud terkait erat dengan terpilihnya kembali Megawati Soekarnoputri untuk ketiga kalinya sebagai Ketua Umum PDI-P. Fakta lainnya, ketika akan berlangsung Kongres Partai Demokrat muncul “perebutan restu Yudhoyono” di kalangan kandidat Ketua Umum Partai Demokrat. Kubu Anas Urbaningrum, Andi Malarangeng dan Marzuki Ali berebut “tuah” SBY sebagai legitimasi penerus SBY, hal ini mengindikasikan kuatnya sosok SBY dalam Demokrat. Pertarungan faksi-faksi dalam Demokrat sewaktu kongres selalu bermuara pada SBY. SBY menjadi sosok seorang bapak yang mampu meredam anak-anaknynya ketika bertarung memperbutkan posisi strategis.   
Bukan hanya Partai Demokrat dan PDI saja, hampir secara keseluruhan partai-partai politik di di Indonesia berbudaya feodalisme. Mungkin, hanya Partai Golkar, PPP, PKS dan PKB yang sementara ini tidak identik dengan tokoh besar pendirinya. Kecenderungan feodalisme di dalam tubuh Golkar, PPP dan PKB kemungkinan dikarenakan figur partainya sudah tidak ada seperti mantan Presiden Suharto di Golkar dan Gus Dur di PKB. Namun, sindrom yang sama diidap oleh, PAN, Gerinda maupun Hanura. Keberadaannya tak bisa dilepaskan dari sosok Amien Rais, Prabowo Subianto maupun Wiranto. Kuatnya pengaruh tokoh-tokoh besar ini hanya mengukuhkan berjalannya pola relasi patron-klien dalam kepemimpinan partai.
Feodalisme dalam partai sangat terlihat sekali dalam kisruh Partai Demokrat oleh kasus Nazaruddin. Kegoncangan Demokrat oleh kasus korupsi Wisma Atlet di Palembang memaksa SBY sebagai Ketua Dewan Pembina turun tangan. SBY berkali-kali meminta anak buahnya itu kembali dari persembunyiannya supaya permasalahannya cepat selesai. Terlihat sekali dalam kasus ini bahwa peran SBY sebagai patron sangat besar dan penting. Kedudukan Anas sebagai Ketua Umum yang memiliki kekuasaan yang besar sebagai penentu kebijakan partai seolah-olah tidak berfungsi karena kuatnya patron. Para elite partai justru curhat kepada SBY dan seolah-olah Anas bukan Ketua Umum.
Selain itu feodalisme dalam partai telah mengarah kepada politik dinasti dengan mempersiapkan generasi berikutnya sebagai pengganti. Contoh kongkrit adalah munculnya Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas yang menjabat sebagai Sekjen Demokrat yang dipersiapkan untuk mengganti ayahnya dan bukan tidak mungkin dalam kongres selanjutnya akan mencalonkan diri sebagai Ketum Demokrat. Di kubu PDIP lebih terlihat, malang melintangnya Puan Maharani dikancah politik disadari atau tidak adalah estafet kekuasaan dari ibunya (Megawati).

Thursday, July 21, 2011

Perang Salib

Perang Salib I (bag II)
Oleh Cecep Lukmanul Hakim
Penyerangan Yarusalem oleh Pasukan Salib I

Khotbah Paus Urbanus II dihadapan peserta Konsili Clermont pada tanggal 25 November 1095 menandai dimulainya babak sejarah terbesar dalam sejarah persaingan antara Islam dengan Kristen. Puas Urbanus II mengobarkan semangat perang suci kepada para ksatria dan seluruh warga Kristen Eropa untuk berperang dengan kaum muslim yang telah mencaplok sebagian daerah kekuasaan Byzantium di timur. Paus juga memerintahkan untuk membebaskan kota suci Yarusalem dari cengkraman orang saraken yang mengganggu para peziarah Kristen yang datang ke Yarusalem. Amstrong dalam bukunya (2007: 27) menyatakan bahwa “Orang-orang Turki Saljuk, jelas Paus Urban, adalah ras bar-bar dari Asia tengah yang baru saja menjadi muslim, yang telah menyerbu hingga Anatolia di Asia kecil (Turki Modern) dan mencaplok negeri-negri Kerajaan Byzantium Kristen”.
Perintah suci tersebut disambut oleh seluruh rakyat Eropa, para ksatria Eropa menyambut dengan antusias terhadap perintah perang suci tersebut, terutama para ksatria Prancis dari bangsa Frank. Merekalah rombongan pertama yang berangkat menuju Yarusalem dengan pasukannya ke Konstantinopel. Tidak lama setelah khutbah Paus, para ksatria Frank dari Prancis berangkat menuju Yarusalem pada Agustus 1096. Amstrong dalam bukunya (2007:246) menjelaskan “Godfrey dari Boullion, yang pasukannya merupakan rombongan pertama yang meninggalkan Eropa pada bulan Agustus 1096, telah menjual perkebunannya untuk Rosay dan Stenay di Meuse”.
Suasana Konsili Clermont yang dipimpin
oleh Paus Urbanus II
Pasukan-pasukan itu terbagi menjadi beberapa kelompok dengan dipimpin oleh pemimpin yang cakap. Kelompok pertama adalah pasukan Godfrey dari Boulion dan Baldwin saudaranya keturunan bangsa Frank berangkat pada Agustus 1096. Amstrong menjelaskan (2007: 246) “Ia terlahir sebagai pewaris tanah kaum bangsawan feodal di Lorraine dan keturunan ksatia Charlemagne”.
Charlemagne adalah salah satu raja dari dinasti Carolingen. Dinasti ini muncul sesudah dinasti Merovingen dikudeta oleh jenderal-jenderalnya. Dinasti Merovingen adalah dinasti bangsa Frank yang telah menaklukan Eropa dan menetap di Eropa Barat dan Eropa Tengah. Pada masa Charlemagne, bangsa Frank mulai mengadopsi Kristen sebagai agama mereka dan mereka meneruskan kekuasaan Romawi dengan kerajaan yang berjuluk Holy Roman Empire.
Pada bulan September 1096 Bohemund berangkat bersama pasukannya untuk membebaskan Yarusalem dan bersatu dengan pasukan pertama yang berangat dibawah pimpinan Godfrey dan Baldwin. Amstrong (2007:243) menjelskan “Beberapa minggu kemudian Bohemund dan keponakannya Tancred, berlayar menuju Konstantinopel dengan sepasukan bersenjata lengkap dan terlatih”.
Godfrey de Boullion:
Pemimpin pasukan Salib I
Setelah dua rombongan pasukan salib berangkat, Raymund dari st Gilles berangkat menuju Konstantinopel bersama pasukannya. Agaknya ia didorong oleh perasaan patuh terhadap agama Kristen dan mengenyampingkan motif-motif duniawi berbeda dengan kstaria dari bangsa Frank yang mengutamakan motif ekonomi dalam perjalanan suci ini. Semangat jihad Raymund terbentuk karena ia telah mengalami pertempuran dengan pasukan muslim di Spanyol, selain itu ia adalah pendukung reformasi Cluny. Mengenai reformasi Cluny, Amstrong menjelaskan (2007:102):
“Pada sekitar waktu Otto membangkitkan Kekaisaran Romawi Suci di Barat, Gereja juga memulai upaya yang lebih efektif untuk mereformasi semangat kejiwaan Eropa. Reformasi ini dimulai pada akhir abad ke 10 di Biara Ordo Benediktin Cluny di Burgundy dan dibanyak cabangnya. Para Rahib Reformasi Cluny ingin mengkristenkan masyarakat Eropa dan mendidik mereka dalam cara Kristen sejati”.
            Keberangkatan pasukan salib I untuk membebaskan tanah suci Yarusalem seolah-olah hanya dilakukan oleh bangsa Frank di Prancis. Tidak ada ksatria yang memimpin pasukan salib I yang berasal dari Italia yang berjarak lebih dekat dengan Paus yang seharusnya memiliki kesalehan dan semangat yang lebih besar dibanding para ksatria dari daerah lainnya. Keberangkatan ksatria-kastria Frank memiliki alasan yang sangat logis, bahwa mereka memiliki keterkaitan yang dalam terhadap Yarusalem. Bangsa Frank yang menguasai Prancis adalah keturunan dari Yesus kristus dan Maria Magdalena. Ketika Yesus wafat di salib, Maria Magdalena sedang mengandung anak Yesus dan lari dari Yarusalem ke Prancis bersama pamannya. Pendapat ini sekaligus menjawab dimana kontribusi orang Yahudi ketika perang salib. Selain itu, dinasti Carolingen dari bangsa Frank adalah dinasti yang dikalahkan dominasinya oleh dinasti Umayah di wilayah Andalusia. Karena ketika dinasti ini memerintah di Eropa islam masuk pada ke Andalusia pada tahun 732. Bangsa Frank terkesan ingin melancarkan balas dendam terhadap muslim atas kejadian itu.
Di Konstantinopel mereka telah ditunggu oleh kaisar Byzantium yaitu Alexius yang telah terdesak akibat ekspansi Turki Saljuk atas wilayahnya. Tetapi kedatangan pasukan salib menimbulkan suatu kekhawatiran bagi Alexius, dia khawatir apabila pasukan salib berhasil memukul mundur pasukan Turki Saljuk maka mereka akan meminta daerah tersebut menjadi wilayah mereka. Amstrong menjelaskan (2007:251) “Alexius masih khawatir bahwa apabila mereka memang berhsil menaklukan kembali setiap wilayah bekas miliknya dari Turki, maka mereka akan menolak mengembalikan wilayah-wilayah itu dan mengambilnya untuk mereka sendiri”. Alexius khawatir bangsa Frank hanya ingin menguasai daerah Byzantium yang telah direbut oleh Turki untuk mengembalikan kejayaan mereka ketikapada masa Charlemagne. Supaya hal itu tidak terjadi Kaisar Alexius mengadakan sebuah perjanjian dengan pasukn salib mengenai daerah taklukan tersebut. Amstrong menjelaskan (2007:251) “Karena itu, ia mengusulkan agar selama para pasukan itu di Timur mereka harus bersumpah padanya dan menerimanya sebagai raja mereka”.
Jalur perjalanan pasukan Salib setelah singgah
di Konstantinopel
Serangan pertama pasukan salib terjadi pada bulan Mei 1097, pasukan salib bergabung dengan pasukan Byzantium menyerang Nicaea yang dikuasai oleh Turki Saljuk dibawah Kilij Arslan. Amstrong menjelaskna (2007:253) “Pada bulan Mei 1097, para tentara salib dan tentara Byzantium mengepung ibukota Saljuk di Nicaea”. Mereka berhasil menghancurkan pasukan Turki Saljuk di Nicaea dengan waktu yang sangat singkat dan berhasil menguasai daerah tersebut atas nama Kaisar Alexius. Hitti (2008:813) menjelaskan “Nicaea, kota ayah Qilij, Sulyaman ibn Qutlumisy, pendiri Dinasti Saljuk dari Al-Rum, menyerah (Juni 1097)”. Hal ini dikareanakan kekuatan pasukan Turki Saljuk tidak seimbang dengan pasukan gabungan Byzantium dan pasukan sailb.
Setelah berhasil menaklukan Nicaea pasukan salib terus maju dan menyerang daerah kekuasaan Turki Saljuk di Dorylaeum. Dalam penyerangan kali ini, pasukan salib dibagi dua yaitu pasukan yang dipimpin oleh Bohemund dan yang kedua oleh Raymund. Pasukan Bohemund adalah pasukan pertama yang berangkat ke Dorylaeum dan berperang melawan pasukan Turki Saljuk. Pasukan ini hampir saja dikalahkan oleh pasukan Turki sebelum akhirnya mereka mendapatkan tenaga baru dari pasukan kedua yang dipimpin oleh Raymund. Akhirnya dengan bantuan pasukan Raymund, kota Dorylaeum dapat dikuasai oleh pasukan salib. Amstrong (2007:257) menggambarkan keadaan pasukan Turki pada penyerangan tersebut, “Orang-orang Turki lari, diburu dengan penuh semangat oleh para Tentara Salib, yang akhirnya meratakan perkemahan tentara Turki dengan tanah”.
Pasukan Salib lain yang dipimpin oleh Baldwin menyerang Edessa dan berhasil menguasai kota tersebut dari Turki Saljuk. Yatim (2008:77) menjelaskan “Pada tanggal 18 Juni mereka berhasil menaklukan Nicaea dan tahun 1098 menguasai Raha (Edessa)”. Dan di Edessa mereka mendirikan kerajaan Latin I dengan Baldwin sebagai rajanya.
Pasukan Bohemund berhasil memasuki Antiokia, dan menghancurkan tentara Turki dengan bantuan pengkhianat Armenia Muslim, Firouz. Tetapi keberhasilan ini dikejutkan dengan keberadaan pasukan Karbuga yang telah mengepung mereka di luar benteng dengan persenjataan lengkap. Sedangkan pasukan salib berada dalam keadaan yang sulit, keadaan fisik yang lemah akibat peperangan sebelumnnya dan persediaan makanan yang menipis. Tetapi Peter Bartholomew dan St Andrew berhasil membangkitkan semangat tentara salib dengan khotbah-khotbah mereka. Dan mereka menginstruksikan agar menggali tanah dan menemukan tombak suci yang menancap di dada Yesus ketika disalib. Ketika tombak tersebut ditemukan, maka semangat dari pasukan salib bertambah. Amstrong menjelaskan (2007:282) “Penemuan tombak itu setara dengan penemuan senjata-baru yang mematikan dan dapat memusnahkan Kerbuqa”. Ternyata hal ini benar dan psukan salib berhsil mengalahkan pasukan Kerbuqa dan dapat menguasai Antiokia pada tanggal 28 Juni 1098. Yatim menjelaskan (2008:77) “Pada tahun yang sama mereka dapat menguasai Antiochea dan mendirirkan kerajaan Latin II di Timur. Bohemund dilantik menjadi rajannya”.
Kerajaan Kristen yang muncul setelah
Perang Salib I
Pasukan yang dipimpin oleh Raymund, Godfrey dan Tancred berhasil memasuki kota Yarusalem. Amstrong menjelskan (2007:287) “Pada tanggal 7 Juni 1099, Tentara salib tiba di benteng kota Yarusalem. Mereka memandang dan kagum terhadap kota suci ini dan semangat mereka untuk membebaskan kota suci ini semakin berlipat”. Pada 15 Juli, para penyerbu menggempur kota, membantai semua penduduk tanpa membeda-bedakan usia dan jenis kelamin, sehingga “tumpukan kepala, tangan, dan kaki bisa disaksikan diseluruh jalanan dan alun-alun kota. Setelah pengepungan itu berhasil dan mengalahkan pasukan muslim, maka mereka mendirikan kerajaan Latin III di Yrusalem dengan rajanya yaitu Godfrey. Yatim (2008:77) menjelaskan “Mereka juga berhasil menduduki Bait Al-Maqdis (15 Juli1009) dan mendirikan kerajaan Lati III dengan rajannya Godfrey”. Tetapi ada keunikan pada Godfrey de Boulion, dia tidak mau disebut sebagai raja Yarusalem, dia hanya ingin disebut Advocatus Sancti Sepulchri atau pelindung (pembela) makam suci. Raymond kemudian melanjutkan ekspansinnya ke Tripoli, Akka dan Tyre. Raymond berhasil menguasai Tripoli dan mendirikan kerajaan Lati IV disana dengan Raymund sebagai raja.            
Perang salib pertama ditandai oleh kekalahan umat Islam dalam membendung ekspansi Kristen Eropa. Serta dibentuknya kerajaan Latin yang berhasil menguasai daerah-daerah vital bagi kerajaan Saljuk terutama jatuhnya Yarusalem ketangan Kristen.

bersambung

Tuesday, July 12, 2011

Perang Salib

Latar Belakang dan Akar Permasalahannya (bag I)
Oleh Cecep Lukmanul Hakim


Latar Belakang
Persaingan yang terjadi antara Islam dan Kristen telah berlangsung sejak lama dan bahkan sampai sekarang. Persaingan dimulai ketika masa Khulafaurasyidin menggantikan Nabi Muhammad dalam memimpin umat Islam baik dalam agama maupun politik (pemerintahan). Persaingan antara kedua agama ini disebabkan oleh perebutan daerah kekuasaan dan pencapaian kejayaan dari keduanya. Di zaman Umar bin Khattab gelombang ekspansi pertama terjadi, ibu kota Syria, Damaskus, jatuh tahun 635 M dan setahun kemudian setela tentara Bizantium kalah di pertempuran Yarmuk, seluruh daerah Syria jatuh ke bawah kekuasaan Islam.
Kekalahan Kristen yang menyakitkan adalah jatuhnya Andalusia ketangan dinasti Islam, Umayyah. Ekspansi ini dilakukan ketika dinasti Umayyah berkuasa tepatnya pada masa pemrintahan Al Walid, Islam telah sampai kedaratan Eropa yaitu Andalusia (Spanyol) dengan ekspansi yang dipimpin oleh Gubernur Musa Ibn Nushair dan komandan yang terkenal yaitu Thariq bin Ziyad yang namanya diabadikan sebagai nama selat ketika mereka menyebrangi lautan dari Afrika Utara ke Eropa yaitu selat Gibraltar.
Adapaun yang menjadi pemicu dari terjadinya perang salib adalah jatuhnya Yarusalem ke tangan Bani Saljuk dari kekuasaan Fathimiyah di Mesir. Bani Saljuk menerapkan peraturan yang ketat bahkan dianggap menghalangi peziarah Kristen Eropa menuju Yarusalem. Atas dasar ini atau dasar yang lain maka Paus Urbanus II dalam konsili Clermont memerintahkan untuk melakukan jihad membebaskan tanah suci mereka yaitu Yarusalem.

Akar Permasalahan (General Casus)
Perang Salib adalah puncak dari permusuhan antara Eropa (Kristen) dan Timur Tengah (Islam) pada masa itu
Permusuhan antara Islam dengan Kristen telah dimulai ketika Islam mengalami kemajuan peradaban. Islam melakukan ekspansi perluasan daerah kekuasaan sampai merebut wilayah kaerajaan Romawi. Yang paling mengejutkan, Islam berhasil menaklukan Spanyol (Andalusia) dan mendirikan dinasti disana. Gelombang ekspansi ini dimulai ketika pemerintahan Khulafaurrasidin tepatnya pada masa pemerintahan Umar bin Khattab. Yatim (2008:37) menjelaskan “Di zaman Umar gelombang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan) pertama terjadi, ibu kota Syria, Damaskus, jatuh tahun 635 M dan setahun kemudian setela tentara Bizantium kalah di pertempuran Yarmuk, seluruh daerah Syria jatuh ke bawah kekuasaan Islam”.
            Gelombang ekspansi ini dilanjutkan ketika dinasti Umayyah berkuasa tepatnya pada masa pemrintahan Al Walid, Islam telah sampai kedaratan Eropa yaitu Spanyol dengan ekspansi yang dipimpin oleh Gubernur Musa Ibn Nushair dan komandan yang terkenal yaitu Thariq bin Ziyad yang namanya diabadikan sebagai nama selat ketika mereka menyebrangi lautan dari Afrika Utara ke Eropa yaitu selat Gibraltar. Setelah mereka berhasil menyebrangi selat tersebut mereka berhadapan dengan kerajaan Gothik dengan rajanya Roderick. Terjadi pertempuran antara pasukan muslim dengan pasukan kerajaan Gothik dan akhirnya pasukan muslim bisa mengalahkan pasukan Gothik.
Pencapaian peradaban yang dicapai oleh dunia Timur khususnya Islam mengalahkan peradaban Romawi yang sedang terpuruk
Islam mengalami masa kejayan ketika dua dinasti Islam berkuasa yaitu Umayyah dan Abasiyah yang berhasil meluaskan kekuasaan Islam hingga Persia, Afrika Utara, Asia Kecil bahkan ke Andalusia. Pukulan terberat adalah penguasaan Islam atas Andalusia yang dilakukan pada masa dinasti Umayyah. Hal ini dikarenakan Islam berhasil memutus jalur perdagangan dan pelayaran antara Eropa dengan Afrika, selain itu Islam berhasil memutus jalur pelayaran Eropa Utara dengan Eropa Selatan.
Kristen Eropa merasa terkepung oleh luasnya daerah penaklukan Islam dan khawatir ibu kota Byzantium jatuh ke tangan Islam. Wilayah Eropa terkepung oleh kekuasaan Islam, di timur kekuasaan Islam sudah sampai Syiria dan Asia Kecil, di selatan Islam sudah menguasai Afrika Utara dan di barat ada kukasaan Islam di Andalusia. Hal ini menimbulkan kebencian yang mendalam Kristen Eropa dan membalaskan dendamnya dalam perang salib.
Hal ini didukung dengan adanya ambisi yang luar biasa dari para pedagang-pedagang besar yang berada di pantai barat laut Tengah (Venezia, Genoa dan Piza) untuk menguasai sejumlah kota-kota dagang di sepanjang pantai Timur dan selatan laut Tengah, sehingga dapat memperluas jaringan dagang mereka. Untuk itu mereka rela menanggung sebagian dana perang salib dengan maksud menjadikan kawasan itu sebagai pusat perdagangan mereka, karena jalur Eropa akan bersambung dengan rute-rute perdagangan di Timur melalui jalur strategis tersebut.
Perpecahan di dalam Katholik
Perpecahan di dalam Katholik pada waktu itu yang terbagi kepada dua kelompok yaitu Katholik Roma yang menganggap bahwa Paus adalah utusan Yesus di dunia dan bersedia patuh terhadapnya. Dan kelompok lain yaitu Katholik Ortodok yang berkeyakinan bahwa Yesus adalah seorang utusan Tuhan Allah. Katholik Ortodok terbagi pada empat patriakh yaitu patriakh Yarusalem, Antiokia, Konstantinopel dan Alexandria. Selain latar belakang diatas, kemungkinan perpecahan dalam Katholik ini juga menjadi salah satu alasan terjadinya perang salib. Hitti dalam bukunya (2008: 811) menjelaskan “Mungkin, Paus memandang permohonan itu sebagai kesempatan untuk menyatukan kembali gereja Yunani dan gereja Roma, yang sejak 1009 hingga 1054 mengalami perpecahan”. Paus berpidato menyerukan perang Salib untuk membebaskan kota suci Yarusalem dari penguasaan orang Sarasin/Saraken dengan tujuan untuk mempersatukan kembali Katholik yang pecah dibawah Paus.

Pemicu Terjadinya Perang Salib
Munculnya Bani Saljuk menjadi suatu kekuatan Islam dalam mematahkan dominasi Byzantium dan berhasil merebut beberapa wilayah kekuasaan Byzantium. Dinasti ini merupakan pecahan dari dinasti Abbasiyah dan didirikan oleh Rukn Al-din Abu Thalib Tuqhrul Bek ibn Mikail ibn Seljuk ibn Tuqaq. Dinasti ini berhasil mendesak kekuasaan Byzantium atas daerah Asia Kecil, selain itu dinasti ini pada masa Alp Arselan berhasil megalahkan pasukan Byzantium dalam peristiwa Manzikart pada tahun 1071 M. Yatim (2008; 74) menjelaskan “Tentara Alp Arselan berhasil mengalahkan tentara Romawi yang besar yang terdiri dari tentara Romawi, Ghuz, Al- Akraj, Al-Hajr, Prancis dan Armenia”.
Satu kali lagi tamparan yang diberikan oleh dinasti Saljuk kepada kekaisaran Byazantium dan kepada seluruh umat Kristen Eropa adalah direbutnya kota suci Yarusalem dari kekuasaan dinasti Fatihmiyah. Ketika menguasai Yarusalem, dinasti Saljuk menerapkan beberapa peraturan yang ketat terhadap para peziarah Kristen Eropa. Yatim dalam bukunya (2008:77) “Penguasa Saljuk menetapkan beberapa peraturan bagi umat Kristen yang ingin berziarah ke sana”. Peraturan itu dirasakan sangat menyulitkan mereka. Berbeda dengan dinasti Fathimiyah yang cenderung lebih toleransi terhadap umat Kristen yang berziarah ke Yarusalem.
  
bersambung

Tuesday, July 5, 2011

Uga Wangsit Siliwangi

Make basa Sunda
Carita Pantun Ngahiangna Pajajaran
Pun, sapun kula jurungkeun
Mukakeun turub mandepun
Nyampeur nu dihandeuleumkeun
Teundeun poho nu baréto
Nu mangkuk di saung butut
Ukireun dina lalangit
Tataheun di jero iga!
Saur Prabu Siliwangi ka balad Pajajaran anu milu mundur dina sateuacana ngahiang : “Lalakon urang ngan nepi ka poé ieu, najan dia kabéhan ka ngaing pada satia! Tapi ngaing henteu meunang mawa dia pipilueun, ngilu hirup jadi balangsak, ngilu rudin bari lapar. Dia mudu marilih, pikeun hirup ka hareupna, supaya engké jagana, jembar senang sugih mukti, bisa ngadegkeun deui Pajajaran! Lain Pajajaran nu kiwari, tapi Pajajaran anu anyar, nu ngadegna digeuingkeun ku obah jaman! Pilih! ngaing moal ngahalang-halang. Sabab pikeun ngaing, hanteu pantes jadi Raja, anu somah sakabéhna, lapar baé jeung balangsak.”
Daréngékeun! Nu dék tetep ngilu jeung ngaing, geura misah ka beulah kidul! Anu hayang balik deui ka dayeuh nu ditinggalkeun, geura misah ka beulah kalér! Anu dék kumawula ka nu keur jaya, geura misah ka beulah wétan! Anu moal milu ka saha-saha, geura misah ka beulah kulon!
Daréngékeun! Dia nu di beulah wétan, masing nyaraho: Kajayaan milu jeung dia! Nya turunan dia nu engkéna bakal maréntah ka dulur jeung ka batur. Tapi masing nyaraho, arinyana bakal kamalinaan. Engkéna bakal aya babalesna. Jig geura narindak!
Dia nu di beulah kulon! Papay ku dia lacak Ki Santang! Sabab engkéna, turunan dia jadi panggeuing ka dulur jeung ka batur. Ka batur urut salembur, ka dulur anu nyorang saayunan ka sakabéh nu rancagé di haténa. Engké jaga, mun tengah peuting, ti gunung Halimun kadéngé sora tutunggulan, tah éta tandana; saturunan dia disambat ku nu dék kawin di Lebak Cawéné. Ulah sina talangké, sabab talaga bakal bedah! Jig geura narindak! Tapi ulah ngalieuk ka tukang!
Dia nu marisah ka beulah kalér, daréngékeun! Dayeuh ku dia moal kasampak. Nu ka sampak ngan ukur tegal baladaheun. Turunan dia, lolobana bakal jadi somah. Mun aya nu jadi pangkat, tapi moal boga kakawasaan. Arinyana engké jaga, bakal ka seundeuhan batur. Loba batur ti nu anggang, tapi batur anu nyusahkeun. Sing waspada!
Sakabéh turunan dia ku ngaing bakal dilanglang. Tapi, ngan di waktu anu perelu. Ngaing bakal datang deui, nulungan nu barutuh, mantuan anu sarusah, tapi ngan nu hadé laku-lampahna. Mun ngaing datang moal kadeuleu; mun ngaing nyarita moal kadéngé. Mémang ngaing bakal datang. Tapi ngan ka nu rancagé haténa, ka nu weruh di semu anu saéstu, anu ngarti kana wangi anu sajati jeung nu surti lantip pikirna, nu hadé laku lampahna. Mun ngaing datang; teu ngarupa teu nyawara, tapi méré céré ku wawangi. Ti mimiti poé ieu, Pajajaran leungit ti alam hirup. Leungit dayeuhna, leungit nagarana. Pajajaran moal ninggalkeun tapak, jaba ti ngaran pikeun nu mapay. Sabab bukti anu kari, bakal réa nu malungkir! Tapi engké jaga bakal aya nu nyoba-nyoba, supaya anu laleungit kapanggih deui. Nya bisa, ngan mapayna kudu maké amparan. Tapi anu marapayna loba nu arieu-aing pang pinterna. Mudu arédan heula.
Engké bakal réa nu kapanggih, sabagian-sabagian. Sabab kaburu dilarang ku nu disebut Raja Panyelang! Aya nu wani ngoréhan terus terus, teu ngahiding ka panglarang; ngoréhan bari ngalawan, ngalawan sabari seuri. Nyaéta budak angon; imahna di birit leuwi, pantona batu satangtungeun, kahieuman ku handeuleum, karimbunan ku hanjuang. Ari ngangonna? Lain kebo lain embé, lain méong lain banténg, tapi kalakay jeung tutunggul. Inyana jongjon ngorehan, ngumpulkeun anu kapanggih. Sabagian disumputkeun, sabab acan wayah ngalalakonkeun. Engke mun geus wayah jeung mangsana, baris loba nu kabuka jeung raréang ménta dilalakonkeun. Tapi, mudu ngalaman loba lalakon, anggeus nyorang: undur jaman datang jaman, saban jaman mawa lalakon. Lilana saban jaman, sarua jeung waktuna nyukma, ngusumah jeung nitis, laju nitis dipinda sukma.
Daréngékeun! Nu kiwari ngamusuhan urang, jaradi rajana ngan bakal nepi mangsa: tanah bugel sisi Cibantaeun dijieun kandang kebo dongkol. Tah di dinya, sanagara bakal jadi sampalan, sampalan kebo barulé, nu diangon ku jalma jangkung nu tutunjuk di alun-alun. Ti harita, raja-raja dibelenggu. Kebo bulé nyekel bubuntut, turunan urang narik waluku, ngan narikna henteu karasa, sabab murah jaman seubeuh hakan.
Ti dinya, waluku ditumpakan kunyuk; laju turunan urang aya nu lilir, tapi lilirna cara nu kara hudang tina ngimpi. Ti nu laleungit, tambah loba nu manggihna. Tapi loba nu pahili, aya kabawa nu lain mudu diala! Turunan urang loba nu hanteu engeuh, yén jaman ganti lalakon ! Ti dinya gehger sanagara. Panto nutup di buburak ku nu ngaranteur pamuka jalan; tapi jalan nu pasingsal!
Nu tutunjuk nyumput jauh; alun-alun jadi suwung, kebo bulé kalalabur; laju sampalan nu diranjah monyét! Turunan urang ngareunah seuri, tapi seuri teu anggeus, sabab kaburu: warung béak ku monyét, sawah béak ku monyét, leuit béak ku monyét, kebon béak ku monyét, sawah béak ku monyét, cawéné rareuneuh ku monyét. Sagala-gala diranjah ku monyét. Turunan urang sieun ku nu niru-niru monyét. Panarat dicekel ku monyet bari diuk dina bubuntut. Walukuna ditarik ku turunan urang keneh. Loba nu paraeh kalaparan. ti dinya, turunan urang ngarep-ngarep pelak jagong, sabari nyanyahoanan maresék caturangga. Hanteu arengeuh, yén jaman geus ganti deui lalakon.
Laju hawar-hawar, ti tungtung sagara kalér ngaguruh ngagulugur, galudra megarkeun endog. Génjlong saamparan jagat! Ari di urang ? Ramé ku nu mangpring. Pangpring sabuluh-buluh gading. Monyét ngumpul ting rumpuyuk. Laju ngamuk turunan urang; ngamukna teu jeung aturan. loba nu paraéh teu boga dosa. Puguh musuh, dijieun batur; puguh batur disebut musuh. Ngadak-ngadak loba nu pangkat nu maréntah cara nu édan, nu bingung tambah baringung; barudak satepak jaradi bapa. nu ngaramuk tambah rosa; ngamukna teu ngilik bulu. Nu barodas dibuburak, nu harideung disieuh-sieuh. Mani sahéng buana urang, sabab nu ngaramuk, henteu beda tina tawon, dipaléngpéng keuna sayangna. Sanusa dijieun jagal. Tapi, kaburu aya nu nyapih; nu nyapihna urang sabrang.
Laju ngadeg deui raja, asalna jalma biasa. Tapi mémang titisan raja. Titisan raja baheula jeung biangna hiji putri pulo Dewata. da puguh titisan raja; raja anyar hésé apes ku rogahala! Ti harita, ganti deui jaman. Ganti jaman ganti lakon! Iraha? Hanteu lila, anggeus témbong bulan ti beurang, disusul kaliwatan ku béntang caang ngagenclang. Di urut nagara urang, ngadeg deui karajaan. Karajaan di jeroeun karajaan jeung rajana lain teureuh Pajajaran.
Laju aya deui raja, tapi raja, raja buta nu ngadegkeun lawang teu beunang dibuka, nangtungkeun panto teu beunang ditutup; nyieun pancuran di tengah jalan, miara heulang dina caringin, da raja buta! Lain buta duruwiksa, tapi buta henteu neuleu, buaya eujeung ajag, ucing garong eujeung monyét ngarowotan somah nu susah. Sakalina aya nu wani ngageuing; nu diporog mah lain satona, tapi jelema anu ngélingan. Mingkin hareup mingkin hareup, loba buta nu baruta, naritah deui nyembah berhala. Laju bubuntut salah nu ngatur, panarat pabeulit dina cacadan; da nu ngawalukuna lain jalma tukang tani. Nya karuhan: taraté hépé sawaréh, kembang kapas hapa buahna; buah paré loba nu teu asup kana aseupan………….. Da bonganan, nu ngebonna tukang barohong; nu tanina ngan wungkul jangji; nu palinter loba teuing, ngan pinterna kabalinger.
Ti dinya datang budak janggotan. Datangna sajamang hideung bari nyorén kanéron butut, ngageuingkeun nu keur sasar, ngélingan nu keur paroho. Tapi henteu diwararo! Da pinterna kabalinger, hayang meunang sorangan. Arinyana teu areungeuh, langit anggeus semu beureum, haseup ngebul tina pirunan. Boro-boro dék ngawaro, malah budak nu janggotan, ku arinyana ditéwak diasupkeun ka pangbérokan. Laju arinyana ngawut-ngawut dapur batur, majarkeun néangan musuh; padahal arinyana nyiar-nyiar pimusuheun.
Sing waspada! Sabab engké arinyana, bakal nyaram Pajajaran didongéngkeun. Sabab sarieuneun kanyahoan, saenyana arinyana anu jadi gara-gara sagala jadi dangdarat. Buta-buta nu baruta; mingkin hareup mingkin bedegong, ngaleuwihan kebo bulé. Arinyana teu nyaraho, jaman manusa dikawasaan ku sato!
Jayana buta-buta, hanteu pati lila; tapi, bongan kacarida teuing nyangsara ka somah anu pada ngarep-ngarep caringin reuntas di alun-alun. Buta bakal jaradi wadal, wadal pamolahna sorangan. Iraha mangsana? Engké, mun geus témbong budak angon! Ti dinya loba nu ribut, ti dapur laju salembur, ti lembur jadi sanagara! Nu barodo jaradi gélo marantuan nu garelut, dikokolotan ku budak buncireung! Matakna garelut? Marebutkeun warisan. Nu hawek hayang loba; nu boga hak marénta bagianana. Ngan nu aréling caricing. Arinyana mah ngalalajoan. Tapi kabarérang.
Nu garelut laju rareureuh; laju kakara arengeuh; kabéh gé taya nu meunang bagian. Sabab warisan sakabéh béak, béakna ku nu nyarekel gadéan. Buta-buta laju nyarusup, nu garelut jadi kareueung, sarieuneun ditempuhkeun leungitna nagara. Laju naréangan budak angon, nu saungna di birit leuwi nu pantona batu satangtung, nu dihateup ku handeuleum ditihangan ku hanjuang. Naréanganana budak tumbal. sejana dék marénta tumbal. Tapi, budak angon enggeus euweuh, geus narindak babarengan jeung budak anu janggotan; geus mariang pindah ngababakan, parindah ka Lebak Cawéné!
Nu kasampak ngan kari gagak, keur ngelak dina tutunggul. Daréngékeun! Jaman bakal ganti deui. tapi engké, lamun Gunung Gedé anggeus bitu, disusul ku tujuh gunung. Génjlong deui sajajagat. Urang Sunda disarambat; urang Sunda ngahampura. Hadé deui sakabéhanana. Sanagara sahiji deui. Nusa Jaya, jaya deui; sabab ngadeg ratu adil; ratu adil nu sajati.
Tapi ratu saha? Ti mana asalna éta ratu? Engké ogé dia nyaraho. Ayeuna mah, siar ku dia éta budak angon!
Jig geura narindak! Tapi, ulah ngalieuk ka tukang!